GELORA.CO - Dalam wawancaranya dengan media asing The Sydney Morning Herald edisi Kamis (7/5), Gubernur DKI Jakarta, Anie Baswedan mengatakan, pada masa pandemik seperti saat ini, para pemimpin dan pembuat kebijakan harus mendengarkan dan mempercayai ilmu pengetahuan atau sains.
Anies mengungkapkan, pada 6 Januari lalu setelah mendengar tentang kasus pertama virus corona di Wuhan, China, dirinya bersama Pemprov DKI langsung bergerak cepat untuk melakukan langkah antisipasi.
"Kami mulai mengadakan pertemuan dengan semua rumah sakit di Jakarta, memberi tahu mereka tentang bahaya virus ini. Pada waktu itu kami menyebut 'Pneumonia Wuhan', belum ada Covid," ungkap Anies.
Sebuah fakta pun Anies sampaikan, bahwa Pemprov DKI Jakarta sempat tidak diizinkan oleh Kementerian Kesehatan melakukan pengetesan.
"Jadi, setiap kali kami memiliki kasus, kami mengirimkan sampel ke laboratorium nasional. Dan kemudian laboratorium nasional akan menginformasikan, positif atau negatif. Pada akhir Februari, kami bertanya-tanya mengapa semuanya negatif?" ujar Anies dengan rasa penasaran.
Melihat kondisi saat itu, Anies pun memutuskan untuk membuka data yang turut dipantau Pemprov DKI ke publik.
"Saya katakan kami telah memantau, inilah angkanya. Segera itu semacam ditanggapi oleh Kementerian (Kesehatan) yang mengatakan kami (di DKI) tidak memiliki kasus positif," imbuhnya.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto pun menyangkal Indonesia memiliki kasus virus corona. Namun, tak berselang lama, Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan pasien pertama Covid-19 di Indonesia dan mengakui menyembunyikan informasi ke masyarakat untuk menghindari kepanikan.
Atas keberanian Anies tersebut, The Sydney Morning Herald, mensejajarkan sikap Anies dengan Gubernur New York, Andrew Cuomo, yang berani 'melawan' kebijakan Donald Trump.
Menurut The Sydney Morning Herald Anies dan Cuomo telah sama-sama bertindak cepat untuk mengendalikan virus yang mengancam jiwa masyarakat di wilayahnya.
Sikap keduanya dinilai mampu menyelamatkan banyak masyarakat di Kota yang terbilang padat penduduk tersebut. Di mana Jakarta memiliki populasi sekitar 10 juta jiwa, sementara New York memiliki 8,3 juta jiwa. (*)