GELORA.CO - Kita sering mendengar istilah setan dibelenggu atau dikurung saat bulan Ramadan. Pernyataan ini juga sering diungkap dalam ceramah, tablig akbar, atau dalam pemberitaan saat bulan Ramadan.
Pernyataan itu memang sesuai dengan bunyi hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Yahya bin Ayyub, Qutaibah, dan Ibnu Hajar. Mereka meriwayatkan hadits ini dari Ismail bin Ja'far, dari Abu Suhail, dari ayahnya Abu Hurairah yang dikemukakan langsung oleh Nabi Muhammad, berbunyi:
"Jika bulan Ramadan datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu," ujar Nabi dalam hadits yang bisa dijamin kesahihannya.
Dari hadits itu ada pertanyaan menggelitik di mana jika benar setan-setan dibelenggu dan dikurung, lalu mengapa masih banyak manusia yang maksiat dan berbuat dosa? Bukankah selama ini setan yang mendorong manusia melakukan dosa?
Mengutip laman Nu Online, menjawab pertanyaan ini ada berbagai versi karena makna hadits ini ulama memiliki pendapat yang berbeda.
Jika berdasarkan kitab Al-Halimi yang dikutip Badruddin Al-Aini dalam Umdatul Qari, hadist ini bermakna setan senantiasa mencuri informasi dari langit. Tapi pada bulan suci Ramadan mereka tidak bisa melakukan itu, karena dibelenggu termasuk tidak bisa menggoda manusia.
Dalam artian menggoda, setan tidak bisa leluasa menggoda manusia, karena pada bulan Ramadan manusia sibuk berdzikir, membaca alquran, dan sebagainya.
Abu Muhammad penulis kitab Umdatul Qari memiliki penjelasan lebih rinci. Ia berpendapat setan dibelenggu tidak bisa menggoda manusia, jika orang tersebut menjalankan syarat, rukun, dan adabnya di bulan Ramadan.
Ilustrasi ibadah di bulan Ramadan. (Shutterstock)
Ilustrasi ibadah di bulan Ramadan. (Shutterstock)
Ada juga berpendapat, ini karena setan dibelenggu hanya sebagian saja tidak seluruhnya. Karena makna hadits ini hanya membatasi ruang gerak setan dan jin jahat. Pembatasan itu bisa dilakukan oleh orang yang menjalankan puasa.
Dijelaskan juga terbelenggunya setan tidak berpengaruh pada kebiasaan buruk manusia, karena di dalam diri manusia ada nafsu yang bisa memicu tindakkan buruk. Ada kalanya tanpa setan pun, kebiasaan buruk akan membuat manusia melakukan hal buruk.
Sehingga di luar bulan Ramadan hanya memperindah keburukan itu kepada manusia, dan mengatakan perilakunya tidaklah berlebihan. Hal ini terungkap dalam Kasyful Musykil min Haditsis Shahihain, karya Jamaluddin Abul Farj.
Jadi, dibelenggunya setan dalam hadist bukan berarti dikurung seutuhnya, tapi mayoritas ulama berpendapat itu hanyalah makna kiasan. Mengingat pada bulan Ramadan manusia berpuasa dan menjalani ibadah menjadi lebih giat, sehingga terhindar dari godaan setan berbuat maksiat.[sc]