GELORA.CO - Pemerintahan periode kedua Joko Widodo kian tidak jelas arahnya. Disituasi sulit karena pandemik virus corona baru atau Covid-19, warga sangat membutuhkan sentuhan pemerintah. Namun yang terjadi justru menaikan iuran BPJS sekaligus menetapkan denda lima persen.
“Rakyat kecil dan miskin di negeri ini kian menderita. (Sekalian) hapuskan saja sila ke-5 Pancasila kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie dalam keteranganya, Kamis (14/5).
Menurut Jerry, jika BPJS hanya merugikan sebaiknya dibekukan saja ketimbang menaikan iuran pada saat banyak warga terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Jerry berpandangan, naiknya iuran BPJS sangat menegaskan secara jelas bahwa Presiden Jokowi kurang berpihak lagi pada wong cilik atau rakyat kecil.
“Saat ini beli beras sudah sangat susah apalagi membayar BPJS saya pikir warga kian terjepit dan tersandera,” ujarnya.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 kenaikan terjadi merata dari kelas I, II, dan kelas III. Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari Rp 80.000 yang berlaku saat ini. Iuran peserta mandiri kelas II naik menjadi Rp 100.000, dari Rp 51.000 yang berlaku saat ini.
Peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Pemerintah kemudian memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Namun subsidi 16.500 akan berkurang di tahun 2021 menjadi 7.000, sehingga iuran kelas III akan dikenakan sebesar Rp 35.000. Kenaikan ini akan resmi diberlakukan pada 1 Juni 2020.
“Bagi saya kenaikan ini justru akan membuat antipati dan sentimen negatif warga terhadap pemerintah kian besar. Harga BBM pun tak kunjung turun jadi omong besar ungkapan pro rakyat,” demikian Jerry. []