GELORA.CO - Kedai tuak di Deli Serdang, Sumatera Utara, ditutup paksa oleh Front Pembela Islam (FPI) Batang Kuis karena tetap berjualan meski pada bulan Ramadhan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Anwar Abbas menyebut keributan yang terjadi merupakan reaksi atas suatu aksi.
"Itu (penutupan paksa) reaksi ya, itu bukan aksi. Ini orang lagi puasa, mereka jual tuak, sehingga akhirnya masyarakat bereaksi. Jadi, kalau nggak mau ada reaksi, ya jangan buat aksi," ujar Anwar ketika dihubungi detikcom, Jumat (1/5/2020).
Menurutnya, penutupan paksa yang dilakukan oleh sekelompok orang itu ada sebabnya. Penyebabnya tak lain adalah tetap berjualan tuak meski telah diingatkan oleh perangkat daerah setempat.
Meski begitu, Anwar meminta masyarakat saling menghormati, baik itu pengelola kedai tuak maupun FPI. Ia mengimbau warga mengoreksi diri.
"Kalau di tempat-tempat yang mayoritas orang Kristen, ya orang Islam harus menghormati orang Kristen. Di daerah yang mayoritas Islam, orang non-Islam harus menghormati orang Islam," kata Anwar.
Ia mencontohkan toleransi beragama di Bali. Karena mayoritas umat Hindu, warga yang tinggal di Bali harus menghormati adat istiadat dan perayaan keagamaan setempat.
"Kalau di Bali, Nyepi, orang lain nggak boleh ke luar rumah, kan. Jangankan orang, pesawat saja nggak boleh mendarat di Bali. Dan orang-orang sana nggak ada protes karena menghormati agama setempat," tuturnya.
Ia tak membenarkan tindakan perusakan kedai tuak oleh FPI itu. Namun ia meminta kedua belah pihak saling menghormati. "Siapa pun harus menghormati," imbuhnya.
Keributan ini berawal saat sekelompok orang dari FPI meenutup secara paksa kedai tuak dengan alasan memasuki bulan Ramadhan. Video penutupan paksa itu viral di media sosial. Pemilik kedai, Lamria Manullang, yang keberatan, melaporkan kejadian itu ke polisi.[dtk]