GELORA.CO - Pemerintah resmi menyesuaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang telah diundangkan tanggal 6 Mei 2020 lalu.
Deputi Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial, Kemenko PMK Tb. A. Choesni selaku Ketua DJSN mengatakan, pemerintah sangat menghargai putusan Mahkamah Agung (MA) dan menindaklanjutinya dengan melakukan perbaikan kebijakan dan pengelolaan JKN secara menyeluruh.
Ia menerangkan bahwa pemerintah memiliki keinginan yang sama dengan masyarakat untuk mewujudkan universal health coverage agar seluruh rakyat Indonesia memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang dibutuhkan dengan biaya yang terjangkau.
"Tentunya dengan adanya penyesuaian ini, tata kelola sistem pelayanan JKN jadi meningkat kualitasnya. Pemerintah juga mempertimbangkan berapa faktor, yakni kemampuan peserta dalam membayar iuran (ability to pay), langkah perbaikan keseluruhan sistem JKN, dan gotong royong antar-segmen kepesertaan," ujar dia dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).
Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengklaim bahwa penerbitan Perpres 64/20 tersebut sangat berpihak ke masyarakat.
"Adanya Perpres ini justru mengembalikan pada nilai-nilai yang seharusnya. Hakekatnya program ini program bersama yaitu gotong royong saling kontribusi antara satu sama lain. Negara hadir di sini," sebut Fachmi Idris.
Ia menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen soal keberpihakan kepada masyarakat tersebut.
"Masyarakat yang tidak mampu dibiayai pemerintah. Pak Jokowi komitmen dalam hal ini per 30 April 2020 negara sudah membiayai sebanyak 132 juta jiwa," ucapnya.
Ia menambahkan, bagi masyarakat yang menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan karena terdampak pandemi Covid-19 dapat mengaktifkan kepesertaannya kembali dan hanya membayar paling banyak sebesar 6 bulan dan diberikan kelonggaran pelunasan sampai dengan 2021 agar kepesertaannya tetap aktif. Namun, untuk tahun 2021 dan selanjutnya peserta harus melunasi seluruh tunggakan.
Sementara itu, Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengeluaran Negara, Kunto Wibowo Dasa menerangkan bahwa terdapat perubahan penerima bantuan yang dibiayai APBD. Mulai tahun 2020, penduduk yang didaftarkan Pemda atau PBI APBD dengan kebijakan PBI terpusat yaitu menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial.
"Oleh karena itu untuk tahun 2020, penduduk yang didaftarkan Pemda iurannya mengikuti ketentuan yang berlaku pada kelas 3 PBPU. Adapun mulai tahun 2021 dan seterusnya, bagi penduduk yang memenuhi kriteria miskin dan tidak mampu, kepesertaannya akan ditambahkan sebagai bagian dari peserta PBI. Sedangkan, yang tidak memenuhi kriteria kepesertaan PBI, menjadi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan dan iuran di Kelas III," jelas Kunto.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Anggaran Kemenkeu, Askolani menambahkan segmen kepersertaan disederhanakan menjadi PBI (seluruh iuran dibayar pemerintah), PBPU dan BP (iuran kelas 3 dibantu pemerintah), dan sektor formal (iuran sesuai penghasilannya). Dengan demikian, kesinambungan program JKN ini akan melibatkan kontribusi dan tanggung jawab seluruh komponen bangsa.
Ia juga menerangkan bahwa dalam aturan yang baru, Pemerintah sangat mempedulikan kondisi ekonomi masyarakat dengan membayar iuran kelas 3 di tahun 2020 tanpa ada kenaikan (sesuai perpres 82/2018), sisanya disubsidi oleh Pemerintah.
"Kebijakan baru sejalan dengan keinginan Pemerintah. Di mana, Pemerintah berada di garda terdepan membantu soal jaminan kesehatan masyarakat miskin," imbuhnya.
Sedangkan Sekjen Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi menambahkan bahwa Kemenkes mendukung kebijakan dalam Perpres tersebut.
“Kemenkes beserta Kementerian/Lembaga terkait bersama organisasi profesi dan asosiasi fasilitas kesehatan meninjau manfaat Jaminan Kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat bulan Desember 2020, dimana implementasinya dilakukan secara bertahap sampai tahun 2022.” Ujarnya.
Sementara itu perlu diketahui jumlah peserta JKN telah mencapai 82 persen dari total penduduk Indonesia pada tahun 2020. Di mana segmen PBI berjumlah 133,5 juta jiwa (PBI Pusat 96,5 juta jiwa, PBI Pemda 37,0 juta jiwa), PPUP 36,4 juta jiwa, PPBU 30,4 juta jiwa dan BP 5,0 juta jiwa, dengan total 223 juta jiwa.
Dalam hal ini peserta BPJS Kesehatan segmen PBPU dan BP yang membayar iuran Kelas I sebesar Rp160.000 kini lebih rendah menjadi Rp150.000, kelas II yang awalnya Rp110.000 kini Rp100.000, dan Kelas III Rp 42.000 kini menjadi Rp25.500 karena ada bantuan dari Pemerintah di tahun 2020 sebesar Rp16.500.
Sedangkan untuk di tahun 2021 dan seterusnya, Peserta PBPU dan BP kelas 3 hanya membayar Rp35.000 dan selisih sebesar Rp7.000 (dari tarif Rp42.000) dibayar pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bantuan iuran kepada peserta yang bersatus aktif. Bagian peserta yang sebesar Rp35.000 dapat dibayarkan oleh Pemda sebagian atau seluruhnya.
Adapun konsep dasar Perpres Nomor 64 Tahun 2020 untuk jangka pendek yaitu bertujuan memperbaiki struktur iuran dan meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran (sebagai tahap awal untuk revisi PP86/2013).
Lalu untuk jangka menengah yaitu rasional manfaat program sesuai kebutuhan dasar kesehatan, penerapan satu kelas perawatan yang berstandarisasi di semua faskes, penyederhanaan tarif layanan (saat ini terlalu bervariasi), serta cost sharing atau urunan biaya layanan yang pemanfaatan berlebihan.
Kemudian optimalisasi Coordination of Benef (CoB) dan penerapan skema pendanaan global budget (rumah sakit mendapat anggaran dari BPJS Kesehatan untuk membiayai seluruh kegiatannya dalam masa satu tahun). []