GELORA.CO - Wacana pelonggaran sudah membawa dampak PSBB semakin tidak disiplin dan mengarah kepada ketidaktaatan dalam kebijakan dan peraturan pemerintah.
Setidaknya demikian pandangan ekonom senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini melihat dinamika terkini mengenai pembatasan sosial yang diterapkan demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Menurut Didik, ketidaktaatan masyarakat dalam mengindahkan peraturan tak lain karena buruknya komunikasi pemerintah.
"Komunikasi yang kurang baik bahkan kacau dari pejabat pemerintah, mulai dari awal penghindaran dan menolak (denial) terhadap Covid. Komunikasi blunder sangat banyak sekali," kata Didik dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (19/5).
Ia mencontohkan beberapa buruknya komunikasi pemerintah, seperti di antaranya istilah nasi kucing, anjuran meminum susu kuda liar dari Wakil Presiden Maruf Amin, hingga pemaknaan mudik dan pulang kampung ala Presiden Joko Widodo.
"Potensi kegagalan suatu kebijakan publik sudah terjadi di awal ketika komunikasi seperti ini salah kaprah, sehingga kebijakan tidak efektif. Hasil dari kebijakan tersebut terlihat saat ini di mana terjadi kebingungan publik di tengah simpang siur kebijakan yang tidak konsisten," uranya.
Oleh sebab itu, ia mewanti-wanti kepada pemerintah untuk berhati-hati dan bertanggung jawab dalam rencana pelonggaran pembatasan sosial yang mulai ditanggapi enteng oleh publik.
"Kebijakan yang ditanggapi terserah saja oleh publik dan masyarakat luas. Ini sebagai pertanda tidak percaya dan pasrah terhadap keadaan. Jika tidak hati-hati, bukan tidak mungkin pandemik akan memakan korban lebih banyak lagi," tandas Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini. (Rmol)