GELORA.CO - Pandemik Covid-19 bisa menyerang siapa saja tanpa memandang ras dan agama. Namun, pandemik ini telah melahirkan sikap kebencian terhadap suatu golongan tertentu. Munculnya suara kebencian dan xenophobia ini dianggap sangat memprihatinkan.
Sekjen PBB Antonio Guterres menyesalkan di saat dunia menghadapi pandemik, sentimen anti-asing telah melonjak secara online dan di jalan-jalan.
"Warga migran dan pengungsi telah difitnah sebagai sumber virus, dan kemudian menolak akses mereka ke perawatan medis," ungkapnya, seperti dikutip dari AFP, Jumat (8/5).
Sementara itu, muncul beberapa meme yang menunjukkan bahwa orang tua merupakan kelompok yang dikorbankan karena mereka paling rentan terhadap virus corona.
"Wartawan, pelapor kasus, profesional kesehatan, pekerja bantuan, dan pembela HAM juga menjadi sasaran hanya karena melakukan pekerjaan mereka," kata Guterres.
Guterres mengimbau upaya habis-habisan untuk mengakhiri ujaran kebencian secara global dan memilih lembaga pendidikan untuk mengajarkan literasi digital kepada para pemuda.
Guterres juga meminta media, terutama media sosial, berupaya lebih untuk menandai dan menghapus ujaran rasis, misoginis (anti-perempuan) dan konten berbahaya lainnya.
Ajakan ini disampaikan juga dalam postingan tweet-nya di @antonioguterrs.
“# Covid-1919 tidak peduli siapa kita, di mana kita tinggal, atau apa yang kita yakini. Namun pandemi terus mengeluarkan tsunami kebencian dan xenofobia, pengkambinghitaman dan menakut-nakuti. Itulah sebabnya saya memohon upaya habis-habisan untuk mengakhiri kebencian secara global.”
Sebelumnya, di awal pandemik Covid-19 menyebar, orang-orang yang 'nampak seperti China' terlihat layaknya minoritas ketika berada di Eropa, AS, dan Australia. Xenophobia tampaknya dipicu oleh stereotip dangkal terhadap orang China.
Mereka diteriaki 'virus'. Bahkan di Jerman ada kasus warga China ditolak berobat. Dokter di sana tiba-tiba muncul dan berkata,"Ini bukan masalah personal, tapi kami tidak menerima pasien China saat ini karena virus berasal dari sana," kata dokter itu seperti dikutip dari BBC.
Di Singapura dan Malaysia, ratusan ribu orang telah menandatangani petisi daring yang menyerukan larangan total bagi warga negara China untuk memasuki negara mereka - dan pemerintah kedua negara telah menerapkan semacam larangan masuk.
Di Jepang, beberapa orang menyebut orang China sebagai "ahli bioteroris" - bioteroris adalah tindakan pelepasan virus, bakteri atau agen biologi lainnya secara sengaja yang dapat membuat korbannya menjadi sakit atau bahkan mati. (Rmol)