GELORA.CO - Prancis telat mendeteksi. Negara itu melaporkan kasus pertama penularan Covid-19 pada 24 Januari. Padahal, salah seorang warganya tertular sejak 27 Desember tahun lalu atau sebulan sebelumnya. Pasien yang berasal dari Bobigny tersebut berobat ke rumah sakit setelah mengalami demam, batuk kering, dan sulit bernapas. Itulah gejala utama Covid-19.
Kepala Resusitasi Avicenne and Jean Verdier Hospital Dr Yves Cohen mengungkapkan, saat itu sampel swab (usap) diambil dari pasien. Namun, tidak ada tes penularan Covid-19. Sebab, ketika itu penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 tersebut belum diungkap Tiongkok. Negeri Panda itu baru membuat laporan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Desember 2019. Mereka melapor tentang virus tidak dikenal yang mengakibatkan pneumonia.
“Sampel swab pasien itu baru-baru ini dites dan hasilnya positif Covid-19,’’ ujar Cohen sebagaimana dikutip BBC.
Cohen mengumpulkan data pasien yang mengalami gejala Covid-19 pada Desember dan Januari. Ada 14 orang yang sampel usapnya diuji. Hasilnya, satu orang positif. Sampel pasien yang positif itu diuji lagi hingga dua kali agar tidak terjadi kesalahan. Hasilnya tetap sama. Cohen langsung melaporkan temuan tersebut ke Badan Kesehatan Nasional (ARS) Prancis. Hasil penelitiannya dipublikasikan di International Journal of Antimicrobial Agents.
Pasien 43 tahun itu sudah sembuh. Begitu pun anaknya yang mengalami gejala serupa. Dia tidak tahu tertular dari mana. Sebab, mereka tidak bepergian ke kota terdampak Covid-19. Setelah ditelusuri, istri pasien bekerja di supermarket dekat bandara. Biasanya, para penumpang membeli barang di supermarket tersebut dengan masih membawa barang-barang bagasinya. Bisa jadi, istrinya tertular dari penumpang asal Tiongkok.
“Temuan itu membantu untuk lebih memahami potensi sirkulasi virus penyebab Covid-19,” kata Jubir WHO Christian Lindmeier. Dia meminta negara-negara lain melakukan penelitian serupa sehingga bisa dipastikan kapan dan di manakah virus itu kali pertama muncul.
Pemerintah Tiongkok mengakui, virus yang kali pertama ditemukan di Wuhan, Hubei, tersebut muncul pada pertengahan Desember 2019. Namun, baru-baru ini data yang didapatkan South China Morning Post mengungkap bahwa virus itu sudah muncul pada 17 November tahun lalu. Pasiennya adalah pria 55 tahun asal Hubei.
Laporan intelijen Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menyebutkan, Tiongkok sengaja menutupi tingkat keparahan wabah akibat virus korona jenis baru tersebut. Dengan begitu, mereka bisa bersiap menyetok persediaan medis. Dilansir Associated Press, sebelum membagikan detail virus kepada WHO, Tiongkok secara dramatis meningkatkan impor medis dan mengurangi ekspor.
Hingga saat ini, SARS-CoV-2 menjadi momok bagi banyak negara. Beberapa negara yang sebelumnya sukses menekan angka penularan ternyata mengalami serangan gelombang kedua.[jpc]