Cerita Miris ABK WNI Dieksploitasi Kerja 18 Jam Sehari di Kapal China

Cerita Miris ABK WNI Dieksploitasi Kerja 18 Jam Sehari di Kapal China

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - 14 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia buka suara tentang kesehariannya bekerja di kapal pencari ikan berbendera China, Long Xing 629. Pengakuan mereka sungguh mengejutkan.
14 ABK WNI berhasil diselamatkan dan telah mendarat di Busan, Korea Selatan pada 24 April 2020.

Mereka kini didampingi oleh Advokat untuk Kepentingan Publik (APIL) yang berkoordinasi dengan DNT Lawyers dan juga Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF) yang berbasis di Oxford, Inggris.

Para ABK ini kemudian memberikan keterangan di hadapan kuasa hukumnya, termasuk menyampaikan unek-unek kepada Menteri Luar Retno Marsudi.

Berdasarkan hasil pengumpulan keterangan itu, mereka diduga menjadi korban eksploitasi dan perdagangan manusia.

Berikut rentetan pengakuan para ABK WNI itu:

Makan Umpan Ikan Bau-Daging 13 Bulan di Freezer

Keterangan 14 ABK WNI yang selamat itu salah satunya disampaikan oleh pengacaranya yakni Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers

"ABK sering diberi makanan berupa umpan ikan yang berbau sehingga mereka mengalami gatal dan keracunan makanan," kata DNT Lawyers lewat keterangan pers tertulis yang diterima detikcom, Minggu (10/5/2020).

Para ABK diberi sajian tidak segar termasuk daging ayam yang sudah berusia setahun lebih di lemari pendingin (freezer). Padahal, ABK dari China diberi makanan yang lebih layak.

"ABK Indonesia diberi makanan berupa sayur-sayur dan daging ayam yang sudah berada di freezer sejak 13 bulan, sedangkan ABK Tiongkok selalu memakan dari bahan yang masih segar yang di suplai dari kapal lain dalam satu grup," kata DNT Lawyers.

Koki China membuat dua pembagian masakan, yaitu makanan khusus ABK China yang seluruhnya menggunakan bahan makanan yang lebih segar dan menggunakan air minum botol, dan bagian kedua adalah makanan khusus ABK Indonesia dengan makanan lama yang tidak segar dan berbau.

Mereka juga tidak boleh komplain bila makanan tidak sesuai dengan agama mereka.

Minum Air Sulingan dari Laut

Selain makanan yang buruk, ABK WNI juga hanya diberi minuman air sulingan dari laut.

"ABK Indonesia hanya diberikan air sulingan dari air laut yang masih sangat asin, sedangkan ABK Tiongkok meminum air mineral dalam kemasan botol. Beberapa penelitian menunjukkan kebanyakan minum asin dapat menyebabkan hipertensi dan jantung," kata DNT Lawyers.

Minuman yang tidak layak ini diduga menjadi penyebab kesehatan ABK WNI memburuk. Ini disampaikan oleh MBC News dalam beritanya yang kemudian viral di Indonesia, berjudul 'Bekerja 18 Jam Sehari... Dibuang ke Laut Jika Meninggal'

Makanan dan minuman yang tidak bergizi itu menjadi asupan tenaga mereka untuk bekerja 18 jam setiap hari. Jika kebetulan pada saat itu tangkapan ikan sedang berlimpah, para ABK harus kerja terus menerus selama 48 jam tanpa istirahat. Selama 13 bulan, mereka tidak pernah sandar karena diduga menghindari pengendusan aparat lantaran mereka melakukan penangkapan ikan ilegal.

Alami Kekerasan Fisik

Selain itu, ABK WNI mengalami kekerasan fisik dari wakil kapten kapal serta ABK China. Kerja keras, makanan tidak layak, dikerasi secara fisik, gajinya kecil pula. Bukan hanya gaji kecil, tapi gaji juga tidak dibayarkan penuh selama tiga bulan.

"Pembayaran gaji tidak sesuai kontrak. ABK tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian. Ada ABK yang hanya mendapatkan USD 120 atau Rp 1,7 juta setelah bekerja selama 13 bulan. Padahal seharusnya ABK berhak mendapatkan minimum 300 USD setiap bulan," kata DNT Lawyers.

Jam kerja ditentukan oleh kapten, begitulah kontrak kerja yang membuat mereka rentan. "Kontrak kerja memuat informasi yang tidak benar, seperti misalnya dalam kontrak disebut kapal berbendera Korea Selatan, nyatanya kapal berbendera Tiongkok," kata DNT Lawyers.

Sakit Misterius, Lalu Jenazah Dilarung

Ada persamaan gejala yang dialami tiga ABK WNI yang meninggal dunia dan akhirnya dilarung ke laut. Mereka sama-sama mengalami bengkak-bengkak di tubuh saat sakit di tempat mereka bekerja, kapal Long Xing 629.

"Pada Desember 2019, dua orang ABK bernama Sepri dan Alfatah meninggal disebabkan oleh penyakit misterius yang memiliki ciri-ciri sama, yakni badan membengkak, sakit pada bagian dada, dan sesak napas," kata kuasa hukum 14 ABK WNI yang selamat, Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers, lewat keterangan pers tertulis yang diterima detikcom, Minggu (10/5/2020).

Mereka bekerja di kapal Long Xing 629, beroperasi sejak 15 Februari 2019. Kapal ini beroperasi di perairan Samoa, tepatnya di wilayah RFMO Western and Central Pacific Fisheries Commission, selama lebih dari 13 bulan. Kapal terus berada di tengah laut tanpa pernah bersandar di daratan atau pulau. Dalam kondisi di tengah samudera itu, Sepri dan Alfatah terus menderita sakit misterius.

"Selama sakit, kapten kapal hanya memberikan obat-obat yang tidak dapat dipahami ABK Indonesia karena tertulis dalam bahasa China, juga diduga telah kadaluarsa. Kapten juga menolak permintaan para ABK Indonesia untuk membawa temannya yang sakit ke rumah sakit di Samoa," kata DNT Lawyers.

Sepri meninggal pada 21 Desember 2019 di kapal Long Xing 629. Jenazahnya dilarung pada hari itu juga. Alfatah meninggal pada 27 Desember 2019 setelah dipindahkan dari kapal Long Xing 629 ke kapal Long Xing 802 saat masa kritis. Jenazah Alfatah dilarung ke laut pada hari yang sama.

"Sepri dan Alfatah mengalami sakit selama 45 hari sebelum meninggal," kata DNT Lawyers.

"Selanjutnya pada Maret 2020, Ari mengalami sakit yang sama selama 17 hari sebelum akhirnya meninggal pada 30 Maret 2020," kata DNT Lawyers. Ari meninggal setelah dioper ke kapal Tian Yu 8. Jenazahnya dilarung pada tanggal yang sama dengan tanggal meninggalnya.

Ada pula ABK bernama Effendi Pasaribu yang berhasil sandar di Busan Korea Selatan. Effendi bersama 14 ABK lainnya dikarantina di Hotel Ramada selama 14 hari sesuai protokol penanggulangan virus Corona. Ternyata Effendi sudah mengalami penyakit misterius itu juga, kondisinya sudah parah.

"ABK Effendi Pasaribu mengalami sakit misterius yang sama dengan rekan-rekan terdahulu. Sayangnya Effendi tidak langsung dibawa ke rumah sakit padahal gejala badan bengkak dan sesak napas sudah dirasakan Effendi Pasaribu sejak Februari 2020, atau dua bulan sebelum berlabuh di Busan," kata DNT Lawyers.

Baru pada 26 April malam Effendi dibawa ke UGD Busan Medical Centre karena kondisinya yang semakin kritis. Namun akhirnya Effendi meninggal pada 27 April 2020 pagi waktu Busan.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita