Oleh: Hersubeno Arief
Lama tak ada kabar beritanya, Menko PMK Muhadjir Effendy, tiba-tiba nongol dengan kabar mengejutkan.
Dia mengaku bersitegang dan menegur Gubernur DKI Anies Baswedan soal acakadutnya data penerima bansos di Jakarta.
"Kami dengan DKI sekarang sedang tarik-menarik cocok-cocokan data. Bahkan, kemarin saya dengan Gubernur agak tegang, agak saya tegur keras Pak Gubernur," ujar Muhadjir dalam sebuah diskusi yang digelar secara virtual pada Rabu (6/5).
Dalam Rapat Kabinet, kata Muhadjir, Anies menyebut data warga miskin baru di Jakarta 3,6 juta.
Anies akan mengurus 1,1 juta orang. Sementara sisanya 2,5 juta bansosnya diserahkan ke Kemensos.
Setelah dicek di lapangan, Muhadjir mengaku ditemukan ada ketidak-beresan. Mereka yang masuk dalam daftar Kemensos juga mendapat bantuan dari Pemprov. Jadinya dobel.
Pengakuan Muhadjir ini wajar kalau bikin kaget publik. Pertama, tiba-tiba saja Muhadjir muncul. Kedua, ternyata Anies tidak sehebat yang selama ini dicitrakan dalam menangani Covid-19 di Jakarta. Data penerima bansos saja tidak beres.
Sebagian besar kita pasti banyak yang coba mengingat-ingat siapa Muhadjir Effendy ini?
Berani bertaruh —ah jangan bertaruh deh karena sedang puasa—dapat dipastikan juga tidak ingat, bahkan tidak tahu singkatan dan apa tugas pokok dan fungsi Kemenko PMK.
Maklum Muhadjir termasuk di antara sekian banyak menteri yang “me-lockdown” diri selama pandemi virus Corona melanda negeri ini.
Suaranya tidak pernah terdengar. Seakan hilang di tengah kehebohan dan hiruk pikuk pemberitaan seputar virus Made in China itu.
Sekadar untuk mengingatkan bagi Anda yang lupa, apalagi tidak tahu, Kemenko PMK adalah kependekan dari Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan.
Tugas dan tanggung jawabnya sangat besar. Membawahi 8 kementerian.
Kementerian Agama;Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Kesehatan; Kementerian Sosial;Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Hampir semua kementerian di bawahnya langsung berkaitan dengan penanganan pandemi. Beberapa di antara seperti Kemenkes, Kemensos, Kemendes, dan Kemenag, langsung berada di garda terdepan.
Harusnya Muhadjir adalah Menko yang paling banyak diincar dan diberitakan media. Tiada hari tanpa Muhadjir.
Dia jadi bumper Presiden Jokowi. Tidak membiarkan Jokowi membuat berbagai blunder. Mulai dari kontroversi Pulkam Vs Mudik, sampai Berdamai dengan Corona.
Tapi ternyata tidak.
Pernahkah kita mendengar statemen dari Menko Muhadjir yang cukup signifikan tentang penanganan Covid-19?
Tak banyak media yang mengutip ucapan maupun kegiatannya. Dia terkesan pasif.
Tiba-tiba dia muncul dengan isu yang menghebohkan. Dia mengaku baru ribut dengan Anies. Muhadjir juga menyebut melockdown Jakarta sebagai usulan konyol dari Anies.
Alasannya dari mana dan siapa yang akan menyediakan logistik untuk 9 juta warga Jakarta.
Penjelasan Muhadjir bikin Waketum Gerindra Fadlizon kaget. Dia menilai Muhadjir seperti orang yang baru bangun tidur.
Ribut-ribut soal lockdown sudah sejak bulan Maret, 1,5 bulan yang lalu. Eh tiba-tiba dia baru ngomong sekarang.
“Ini menteri spt baru bangun tidur, n komentarnya salah waktu n salah ssaran. Tak berguna,” cuit Fadli di akun twitternya.
Pernyataan Muhadjir juga sekaligus merupakan pengakuan terbuka pertama dan resmi dari pemerintah. Alasan menolak opsi lockdown karena negara tidak punya duit.
Lucunya seperti gayung bersambut, Menkeu Sri Mulyani malah menyebut sebaliknya.
Pemprov DKI tidak punya duit. Anies tak mampu membiayai bansos untuk warga DKI. Sri mengaku mendengar hal itu dari Muhadjir.
Kalau saja yang dikatakan keduanya benar, citra positif yang selama ini melekat ke Anies bakal Ambyarrrr.
Anies adalah kepala daerah yang sok jagoan, tapi tidak cakap, dan konyol. Urus data penerima Bansos saja tidak becus.
Omong besar, usul lockdown, tapi tidak gablek duit. Parah habis.
Ujung-ujungnya pemerintah pusat juga yang harus menalanginya.
Benarkah semua itu?
Senjata makan tuan
Seperti biasa Anies tidak mau terlibat dalam polemik yang tidak perlu. Dia hanya menunjukkan data.
Pemprov DKI menyediakan anggaran Rp 5,032 triliun untuk menanggulangi Corona. Anggaran tersebut tersedia dalam bentuk belanja tidak terduga.
"Anggarannya bisa digunakan sewaktu-waktu dan apabila dibutuhkan jumlahnya juga dapat ditambah," katanya.
Ihwal adanya penerima bansos dobel seperti disebut Muhadjir ternyata karena Pemprov DKI bergerak cepat. Tidak mau ada warga yang kelaparan, sementara bantuan dari pusat belum turun.
Seperti dikatakan Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik. Bansos dari Pemprov sudah diberikan sejak tanggal 9 April atau sehari sebelum diberlakukannya PSBB. Berlangsung sampai 25 April.
Sementara bansos dari pusat baru turun tanggal 20 April. Ada kekosongan selama 11 hari.
“Pernyataan Sri Mulani 100 persen hoax. Tidak sesuai dengan fakta,” ujar politisi Gerindra itu.
Dia menilai pernyataan Sri menyakiti warga DKI. Dalam penilaian Taufik justru Pemprov DKI paling siap dan sigap menangani pandemi.
Pukulan yang lebih telak datang dari anggota Fraksi Demokrat DPRD DKI Mujiyono.
Menurutnya justru pemerintah pusat yang tidak punya duit. Sampai saat ini kementerian yang dipimpin Sri punya utang dalam jumlah sangat besar ke Pemprov DKI.
Berdasar catatan Mujiyono, Pemprov DKI tahun lalu harusnya mendapat Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 5,1 triliun. DBH tahun ini kuartal II mencapai Rp 2,4 triliun.
Kemenkeu baru membayarkan sebesar Rp 2,56 triliun. Jadi Pemprov masih punya piutang sekitar Rp 5 triliun. Jika dana itu dibayar, Pemprov DKI punya dana melimpah untuk menangani dampak Covid-19.
“Harusnya piutang DBH Pemprov lunasi dong, jangan cuma separuh. Ini di satu sisi kewajiban tak dipenuhi, tapi sisi lain malah memojokkan Pemprov (DKI)," kata Mujiyono.
Pernyataan Muhadjir dan Sri kalau benar dimaksudkan untuk menghancurkan kredibilitas Anies, malah jadi senjata makan tuan.
Mata publik jadi tambah terbuka, siapa yang benar-benar bekerja, dan siapa yang hanya bisa berwacana.
Berniat membully Anies, malah dipermalukan.
Daripada salah-salah bicara, bikin blunder, ada baiknya Menko Muhadjir me-lockdown diri kembali. Atau kalau benar kata Fadlizon, lebih baik tidur lagi.
Bukankah tidurnya orang yang sedang berpuasa juga bernilai ibadah? end (*)