GELORA.CO - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas perkara tersangka Rahardjo Pratjihno dalam kasus dugaan korupsi proyek Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016.
Penyidik KPK melaksanakan tahap 2 penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Tim JPU, untuk tersangka atau terdakwa Rahardjo Pratjihno," ucap Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (12/5).
Rahardjo Pratjihno merupakan Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT) yang diduga telah mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 54 miliar dalam proyek tersebut.
"Penahanan selanjutnya beralih ke JPU dan terdakwa akan dilakukan penahanan kembali selama 20 hari ke depan, terhitung 12 Mei 2020 sampai dengan 31 Mei 2020 bertempat di Rutan KPK Cabang K4," jelas Ali.
Jaksa KPK akan segera melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam waktu 14 hari.
"Selama proses penyidikan, telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 59 saksi," pungkas Ali.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan terhadap Rahardjo Pratjihno bersama dua orang lainnya yakni Ketua Unit Layanan dan Pengadaan, Leni Marlena dan Anggota Unit Layanan Pengadaan BCSS, Juli Amar Maruf.
KPK menyebut adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 54 miliar terkait kasus ini.
Kasus ini sendiri bermula pada 2016 saat Bambang Udoyo selaku Direktur Data Informasi diangkat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan peningkatan pengelolaan informasi, hukum dan kerjasama keamanan dan keselamatan laut, serta Leni dan Juki diangkat menjadi Ketua dan Anggota ULP di Bakamla.
Pada tahun yang sama, adanya usulan anggaran pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) senilai Rp 400 miliar yang bersumber dari APBN-P 2016 yang dilakukan lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.
Pada Agustus 2016 lalu, ULP Bakamla mengumumkan lelang BCSS dengan pagu anggaran senilai Rp 400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp 399,8 miliar. PT CMIT kemudian dinyatakan sebagai pemenang lelang pada September 2016.
Selanjutnya pada 18 Oktober 2016, Bambang Udoyo selaku PPK dan Rahardjo selaku Dirut PT CMIT meneken kontrak dengan nilai Rp 170,57 miliar yang bersumber dari APBN-P 2016 dan berbentuk lump sum. Sehingga, diduga terjadi markup sebesar Rp 54 miliar.
Akibatnya, tersangka Leni dan Juli dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU 31/1999 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Rahardjo dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 UU 31/1999. (Rmol)