AS: India harus Masuk dalam Daftar Hitam Kebebasan Beragama

AS: India harus Masuk dalam Daftar Hitam Kebebasan Beragama

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Amerika Serikat (AS) meminta India dimasukkan dalam daftar hitam kebebasan beragama atas meningkatnya aksi islamofobia yang berujung kekerasan di negara itu. Sebuah laporan tahunan, Komisi Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) AS mengatakan India harus bergabung dengan jajaran negara-negara yang mendapat perhatian khusus, yang akan dikenakan sanksi jika mereka tidak memperbaiki catatan mereka.

“Pada 2019, selama pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi, kondisi kebebasan beragama di India mengalami penurunan drastis, dengan agama minoritas di bawah serangan yang meningkat,” kata laporan itu, yang dilansir oleh Aljazeera.

Penurunan kondisi kebebasan beragama itu merujuk kepada unjuk rasa ketidaksetujuan terhadap Undang-undang Amendemen Kewarganegaraan (CAB) baru yang memecah belah di India, yang oleh PBB disebut sebagai diskriminasi mendasar.

Trump menolak mengkritik undang-undang rasial itu selama kunjungan ke Indoa pada bulan Februari, di mana pertemuannya dengan Modi diselingi oleh aksi kekerasan terburuk di New Delhi, dimana sebanyak 53 orang tewas, dan kebanyakan dari mereka adalah Muslim.

Wakil Ketua USCIRF, Nadine Maenza, mengatakan dalam sebuah wawancara, India memiliki langkah ke arah yang lebih luas untuk menekan agama minoritas yang benar-benar menyusahkan.

Maenza menyerukan AS untuk memberlakukan tindakan hukum, termasuk larangan visa pada pejabat India yang diyakini bertanggung jawab dan memberikan dana kepada kelompok masyarakat sipil yang melakukan ucapan kebencian.

Komisi itu mengatakan pemerintah nasionalis Hindu Modi, membiarkan kekerasan terhadap minoritas dan rumah ibadah mereka berlanjut, dan juga terlibat dalam mentolerir pidato kebencian dan hasutan untuk melakukan kekerasan.”

Pernyataan itu menunjuk komentar Menteri Dalam Negeri Amit Shah, yang terkenal menyebut sebagian besar migran Muslim sebagai rayap, dan undang-undang kewarganegaraan yang telah memicu protes nasional. Komisi itu juga menyoroti pencabutan otonomi Kashmir, yang merupakan satu-satunya negara bagian mayoritas Muslim di India, dan tuduhan bahwa polisi Delhi menutup mata terhadap gerombolan yang menyerang lingkungan Muslim pada Februari tahun ini. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita