WHO Membela China Terkait Virus Corona, Tetapi Sesungguhnya Dia Harus Mencontoh Taiwan

WHO Membela China Terkait Virus Corona, Tetapi Sesungguhnya Dia Harus Mencontoh Taiwan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pada 1971, China telah mencegah Taiwan, yang Beijing yakini sebagai provinsi yang durhaka, untuk berpartisipasi dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1971. Kini, pandemi Covid-19 telah memberikan pertolongan untuk menempatkan negara itu dalam politik regional Asia Timur di atas kesehatan global.

Ketika Trump meninjau penanganan WHO terhadap penyebaran virus corona, WHO juga harus bekerja dengan Kongres untuk menjadikan perawatan yang lebih baik di Taipei sebagai syarat untuk dukungan keuangan yang berkelanjutan.

Wall Street Journal (WJS) menulis dalam catatannya bahwa Taiwan telah menjadi model untuk menangani wabah virus corona.
Pendekatannya yang transparan dan kompeten telah membuat negara kepulauan berpenduduk 24 juta itu ‘hanya’ memiliki angka kasus 429 yang terkofirmasi dan angka kematian enam orang.

Pada hari Senin kemarin, Taiwan mengumumkan nol kasus baru, dan para pejabat percaya epidemi lokal bisa berakhir pada Juni. Sebaliknya, China yang gemar merahasiakan kasus karena kontrol politik malah menjadikan wabah itu pandemi global.

Sayangnya, WHO memperlakukan keduanya seolah-olah yang terjadi adalah sebaliknya.

Menurut WJS, virus corona muncul di China akhir tahun lalu dengan kasus pertama yang dikonfirmasi dilaporkan pada bulan Desember.
Pada Malam Tahun Baru, pejabat kesehatan masyarakat di Wuhan, Cina, memberi tahu WHO tentang virus pneumonia, yang dianggapnya hanya flu biasa dan tidak cepat menular.

Pada hari yang sama, para pejabat Taiwan mengatakan bahwa mereka meminta informasi lebih lanjut tentang virus dan risiko penularan dari manusia ke manusia. Pejabat WHO dilaporkan mengonfirmasi penerimaan nota tersebut, sayangnya mereka tidak segera merespons.

Ini tidak menghentikan Taipei, yang segera memulai inspeksi kesehatan pada penerbangan yang datang dari Wuhan.

Sementara itu, pejabat China dan WHO menganggap remeh ancaman. Keduanya malah mengeluarkan ancaman penularan dari manusia ke manusia seperti yang dikatakan peneliti Berkeley Xiao Qiang.

Pejabat Taiwan mengumumkan pada 16 Januari bahwa virus itu tampaknya lebih menular daripada yang dilaporkan sebelumnya. Empat hari kemudian, barulah China mengakui bahwa virus itu dapat menyebar di antara manusia.

WHO memanggil komite darurat untuk membahas virus itu pada 22-23 Januari, tetapi mengabaikan peran Taiwan.

Seorang pejabat Pusat Pengendalian Penyakit Taiwan mengeluh, "Tidak ada cara bagi kita untuk mendapatkan informasi langsung."

Di bawah tekanan Cina, menurut WSJ, direktur jenderal WHO Tedros Ghebreyesus menahan diri untuk menyatakan bahwa Covid-19 telah menjadi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional, hingga 30 Januari.

Meskipun WHO melakukan penyelewengan, Taiwan terbukti lebih kompeten. Provinsi Hubei, rumah bagi Wuhan, tidak mengambil tindakan serius untuk menahan virus itu sampai 22 Januari, ketika China memiliki setidaknya 440 kasus yang dikonfirmasi dan sembilan kematian.

Sebaliknya, negara kecil Taiwan mengaktifkan kekuatan respons epidemi pada 20 Januari, sehari sebelum mengkonfirmasi kasus pertamanya.

Ketika Tedros melimpahi pujian untuk China yang selama ini menutupi kasus, Taiwan malah telah memulai latihannya dan menerapkan karantina. Pada 1 April, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengumumkan negara itu akan menyumbangkan 10 juta masker di luar negeri.

Bagian dari tugas WHO adalah memberikan kejelasan dan informasi tanpa bias politik, tegas WSJ. Namun, desakannya untuk mengikuti garis China telah menyebabkan kebingungan.

Di masa lalu, WHO menyebut pulau itu sebagai 'Taiwan, China'  atau singkatnya 'Taipei'. Atau dengan julukan 'Taipei dan sekitarnya'. Anehnya, klasifikasi WHO untuk Taiwan memberi Beijing penghargaan atas kerja bagus Taipei.

WSJ mengklaim, rasa hormat WHO terhadap China atas Taiwan telah berubah secara konyol. Pada  Maret, Bruce Aylward, ahli dari Kanada yang merupakan orang kepercayaan Tedros yang mengawasi Misi Gabungan WHO-China tentang virus corona, menutup teleponnya ketika seorang wartawan bertanya tentang keanggotaan Taiwan pada WHO.

"Antara 2009 dan 2019, kami telah mengajukan keanggotaan kepada WHO untuk mengambil bagian dalam 187 pertemuan teknis, tetapi yang diundang hanya 57 saja,” kata Kementerian Luar Negeri Taiwan.

Organisasi itu juga menambahkan bahwa "pertanyaan tentang keanggotaan Taiwan di WHO tergantung pada Negara Anggota WHO, bukan staf WHO."

Menurut WSJ, secara teknis itu benar. Tetapi para pejabat senior WHO telah memperlihatkan pilihan mereka dengan cara yang buruk.

Tedros telah menangkis kritik terhadap kepemimpinannya dengan menuduh pemerintah Taiwan memaafkan serangan rasis terhadapnya.

“Dia tidak memberikan bukti, dan kami belum melihatnya. Baru-baru ini muncul bukti bahwa orang Afrika di Guangzhou, China, telah diusir dari rumah mereka dan ditolak oleh bisnis ketika xenophobia yang dipicu oleh virus korona menyebar. Pemerintah di seluruh Afrika telah menyatakan keprihatinan, tetapi Dr. Tedros diam,” tulis WSJ.

Banyak dari virus-virus dunia berasal dari China, dan secara wajar WHO perlu menjaga hubungan dengan negara tersebut. Tetapi perlakuan istimewa untuk Beijing telah membahayakan hidup di China dan sekitarnya. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita