GELORA.CO - Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam, mengatakan, usulan agar Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang Rp400-600 triliun berbahaya bagi perekonomian nasional. Mencetak uang dalam jumlah besar bisa menyebabkan inflasi.
“Ini akan berbahaya karena bisa menjadi inflasi yang sangat-sangat tinggi atau hyperinflasi. Kalau sudah demikian maka akan memukul daya beli rakyat. Jadi pencetakan uang yang berlebihan akan menjadi beban bagi rakyat keseluruhan. Rakyat banyak yang harus membayar, yang menikmati hanya segelintir orang atau kelompok. Ini berbahaya,” kata Ecky di Jakarta, Kamis (30/4).
Ecky mengklaim usulan agar BI untuk mencetak uang hingga Rp600 triliun bukan usulan resmi dari DPR. Itu hanya usulan pribadi. Ia menyebut Komisi XI tidak sependapat dengan usulan tersebut.
“Dalam pembahasan dengan Komisi XI, Bank Indonesia juga telah menyampaikan tidak mengarah kesana,” ucap dia.
Sampai saat ini pelaksanaan kebijakan QE belum dalam pencetakan uang baru, tetapi pelonggaran likuditas melalui beberapa instrument moneter yang dimiliki. Hal itu meliputi pembelian SBN di pasar sekunder yang dilepas oleh investor asing, pelonggaran rasio GWM, penyediaan likuiditas perbankan melalui mekanisme repo, yang secara total BI telah menjalankan kebijakan pelonggaran likuditas mencapai Rp420 triliun.
Politikus PKS itu menekankan, mencetak uang hingga Rp600 triliun justru akan berdampak negatif pada perekonomian, dan berpotensi menjadi penyebab krisis ekonomi baru. Mencetak uang tanpa underlying akan menyebabkan lonjakan inflasi, seperti halnya yang terjadi pada tahun 1998 dan tahun 1965.
Dampak lanjutannya, kata Ecky, terlihat pada penurunan daya beli rakyat karena harga-harga semakin mahal. Hal itu disebabkan karena pencetakan uang tidak menciptakan kegiatan produktif justru untuk mendorong konsumsi.
“Kondisi tersebut semakin buruk karena pendapatan rakyat terus tergerus karena pemburukan ekonomi. Zimbabwe merupakan salah satu negara dengan inflasi terburuk karena lonjakan pencetakan uang. Kita tak ingin seperti Zimbabwe beberapa tahun lalu,” ucap dia.
Ecky mengingatkan, kebijakan ini juga akan memperburuk nilai tukar. “Saat jumlah uang beredar naik, maka inflasi naik dan nilai tukar terdepresiasi. Tanpa tambahan pencetakan uang pun, rupiah sudah sempoyongan menghadapi ekonomi global.
“Saat ini, Rupiah sudah semakin kokoh karena interevensi Bank Indonesia,” ucap Ecky. Dia menekankan, pencetakan uang di negara-negara maju seperti Amerika Serikat tidak berdampak signifikan bagi inflasi AS, karena dollar di pegang oleh seluruh dunia.
Dengan demikian, kondisi dollar sangat berbeda dengan Indonesia. Money printing tidak akan laku di luar negeri. Kebijakan itu juga akan menimbulkan persepsi negatif di pasar uang. Di tengah ancaman krisis ekonomi global, mencetak uang justru malah menimbulkan persepsi negatif, terutama terkait dengan tingginya ancaman inflasi.
“Persepsi negatif ini dampak menimbulkan capital flight dalam jumlah besar, yang pada akhirnya akan memperburuk CAD dan memperlemah nilai tukar rupiah,” ucap dia. []