GELORA.CO - Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi pandemi virus corona masih lama. Keselamatan anak-anak di negara miskin jadi perhatian.
Badan PBB itu prihatin dengan meningkatnya jumlah kasus dan kematian di Afrika, Eropa Timur, Amerika Latin, dan beberapa negara Asia. Itu terjadi ketika kasus di negara kaya mulai menunjukkan penurunan.
"Jalan masih panjang. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers virtual di Jenewa, Swiss, Senin (27/4/2020).
Virus corona baru, yang muncul akhir tahun lalu di kota Wuhan di Cina tengah, telah menginfeksi 2,97 juta orang. Reuters mencatat, wabah ini telah merenggut 205.948 nyawa.
"Anak-anak mungkin berada pada risiko yang relatif rendah dari penyakit parah dan kematian akibat Covid-19, tetapi dapat berisiko tinggi dari penyakit lain yang dapat dicegah dengan vaksin," kata Tedros.
Dia mengatakan, sekitar 13 juta orang telah terkena dampak di seluruh dunia oleh keterlambatan imunisasi rutin terhadap penyakit termasuk polio, campak, kolera, demam kuning, dan meningitis.
Kekurangan vaksin terhadap penyakit lain dilaporkan di 21 negara. Itu akibat dari pembatasan-perbatasan dan gangguan perjalanan yang disebabkan pandemi virus corona.
"Jumlah kasus malaria di Afrika sub-Sahara dapat berlipat ganda," katanya, merujuk pada dampak potensial COVID-19 pada layanan malaria reguler.
"Itu tidak harus terjadi. Kami bekerja dengan negara-negara untuk mendukung mereka," lanjutnya.
Pakar kedaruratan utama WHO, Dr Mike Ryan mengatakan, Amerika Serikat tampaknya memiliki pengaturan yang sangat jelas. Berbasis ilmu pengetahuan.
"Pemerintah federal dan sistem gubernur bekerja bersama untuk memindahkan Amerika dan rakyatnya melalui situasi yang sangat sulit ini," kata Ryan.
"Tetapi sistem federal yang menghubungkan 50 negara membuat situasinya kompleks," tambahnya.
WHO sebelumnya juga mengeluarkan pernyataan yang terkait bukti kesembuhan pasien Covid-19 yang bisa kebal terhadap virus serupa.
"Saat ini belum ada bukti bahwa orang yang telah sembuh dari #Covid-19 dan memiliki antibodi terlindungi dari infeksi selanjutnya," demikian pernyataan WHO seperti dikutip dari AFP.
Pernyataan tersebut disampaikan di tengah rencana banyak negara untuk melonggarkan hingga mencabut kebijakan penguncian wilayah atau lockdown setelah kasus baru virus corona mulai menurun.
Atas wacana tersebut, WHO memperingatkan belum ada penelitian dengan hasil meyakinkan bahwa tak mungkin ada infeksi corona yang kedua pada seseorang.
"Penggunaan sertifikat dan sejenisnya seperti itu justru memungkinkan peningkatan risiko transmisi (virus) berlanjut lagi," demikian peringatan WHO. []