GELORA.CO - di tengah upaya pemerintah menangani penyebaran wabah virus corona atau Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ada sesuatu yang masih mengganjal. Yaitu, masih adanya perbedaan data jumlah kasus virus corona di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dengan daerah. Data yang dirilis pemerintah pusat tidak sinkron dengan data di daerah. Tentunya ini akan berpengaruh pada upaya mengurangi dampak bencana (mitigasi) wabah itu sendiri.
Masalah transparansi data juga sempat digaungkan oleh sejumlah pihak, hingga kemudian Presiden Joko Widodo memerintahkan Gugus Tugas membuka data seluas-luasnya, termasuk orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19. Untuk pertama kalinya sejak ditemukan kasus infeksi virus Corona Juru Bicara Pemerintah Terkait Penanganan Wabah Corona, Achmad Yurianto, membeberkan data 10 ribuan PDP dan lebih dari 130 ribu ODP corona pada Selasa 14 April 2020 lalu.
“Mengenai komunikasi yang efektif, yang memberikan penjelasan-penjelasan secara transparan kepada media, ini harus dilakukan dengan detail dan baik. Jangan sampai banyak berita yang baik tidak bisa disampaikan. Sehingga rasa optimis masyarakat menjadi cenderung masuk ke hal-hal yang tidak positif,” kata Jokowi ketika memimpin rapat kabinet secara virtual, 14 April.
Perbedaan data COVID-19 diakui Ketua Tim Gugus, Mayjen TNI Doni Mordano. Namun, dia mengatakan, perbedaan angka tersebut bukan disengaja atau upaya penyembunyian data oleh pemerintah sebagaimana dituding oleh beberapa pihak. Menurut Doni, Gugus Tugas melakukan pendataan melalui dua saluran, yaitu laporan provinsi dan kabupaten atau kota. “Saya pikir, pemerintah tidak ingin untuk menyembunyikan data. Ini mungkin tinggal waktu saja ya berproses,” kata Doni yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut kepada detikX, Kamis, 9 April, lalu.
Doni mengaku sudah membicarakan masalah itu dengan Kemenkes dan Presiden. Dia berharap pelaporan data bisa lebih sinkron bila memakai mekanisme pelaporan satu pintu, yaitu melalui Pos Komando (Posko) dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kesehatan. Kabupaten atau kota tidak lagi langsung melapor ke pusat, tapi hanya ke provinsi melalui BPBD dan Dinas Kesehatan (Dinkes) provinsi. “Jadi kalau BPBD dan Dinas Kesehatan berada dalam satu Posko dibantu TNI dan Polri, data ini menjadi satu sehingga nanti yang masuk ke Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas sama. Saya yakin ini tinggal menunggu waktu saja. Percayalah, nanti pada saat nanti ini akan ketemu,” jelas Doni.
Doni mengatakan, dalam video teleconference dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota se-Indonesia pada 9 April 2020, dia menyampaikan pesan agar laporan data harus satu titik dan satu instrumen, tidak boleh ada perbedaan.
Sementara Achmad Yurianto mengatakan, sejak wabah corona ditetapkan sebagai bencana nasional, seluruh data terkait wabah itu diintegrasikan dalam satu sistem dari tingkat desa hingga pusat. "Sehingga seluruhnya bisa kita lihat dan akses secara terbuka dan bisa dilihat secara lebih transparan," ucap Yuri, 14 April. Namun, kenyataannya data yang terhimpun antara pusat dan daerah hingga Jumat, 17 April, masih saja tidak sama. Bukan hanya di provinsi-provinsi dengan tingkat infeksi tinggi di Jawa, perbedaan data juga masih terjadi di daerah dengan infeksi rendah di luar Jawa.
Data Gugus Tugas COVID-19 dan Kemenkes (Infeksi Emerging), Jum’at, 17 April 2020 pukul 16.30 WIB tercatat secara nasional ada 5.923 kasus terkonfirmasi (positif virus corona), 173.732 orang dalam pemantauan (ODP) dan 12.610 pasien dalam pengawasan (PDP). Dari data itu, 520 orang meninggal dunia, 607 orang sembuh, 4.796 orang dalam perawatan. Dari jumlah orang positif virus corona, 520 orang meninggal dunia dan 607 orang dinyatakan sembuh. Di DKI Jakarta, Kemenkes mencatat ada 2.815 kasus positif virus corona (246 orang meninggal dunia, 204 orang sembuh), lalu ada 2.991 ODP dan 2.457 PDP. Namun versi dari Pemprov DKI Jakarta ada 2,823 kasus positif virus corona (250 orang meninggal dunia, 203 orang sembuh), lalu 3.779 ODP dan 2.865 PDP.
Kemudian di Banten, data pusat mencatat ada 311 kasus positif virus corona (34 orang meninggal dunia, 9 orang sembuh), lalu 4.973 ODP dan 940 PDP, sementara data Pemprov Banten yang tercatat 299 kasus positif virus corona (36 orang meninggal dunia, 31 orang sembuh), lalu 5.268 ODP dan 1.029 PDP. Di Jawa Barat, data pusat mencatat ada 632 kasus positif corona (56 orang meninggal dunia, 41 orang sembuh), 31.885 ODP dan 2.775 PDP. Tapi, catatan Pemprov Jawa Barat ada 570 kasus positif virus corona (53 orang meninggal dunia, 28 Sembuh), 32.398 ODP dan 2.892 PDP.
Di luar Pulau Jawa, seperti Sulawesi Selatan, pemerintah pusat mencatat ada 332 kasus positif virus corona (23 meninggal, 43 sembuh), 2.752 ODP dan 427 PDP. Pemprov Sulsel sendiri berbeda catatannya, yaitu 242 kasus positif virus corona (22 meninggal, 44 sembuh dan 176 dirawat), 3.149 ODP dan 461 PDP (23 meninggal dan 194 sehat). Sementara, menurut pemerintah daerah setempat, data sudah dihimpun dengan benar. Menurut Juru bicara Gugus Tugas COVID-19 Kota Makassar, Sulsel, Ismail Hajiali, data laporan dari daerah sebenarnya sudah sinkron antara daerah kabupaten/kota ke tingkat provinsi. “Jadi kalau ada yang bilang ada perbedaan, selama ini saya data di kota selalu sinkron dengan data di provinsi. Saya tidak tahu kalau data nasional,” kata Ismail yang dihubungi detikX, Kamis, 16 April.
Ismail menerangkan, di Kota Makassar data-data diperoleh tim lapangan Gugus Tugas yang terdiri dari Dinas Kesehatan di RSUD Daya dan puskesmas di 15 kecamatan. Data itu lalu dikonfirmasikan ke Gugus Tugas tingkat provinsi. Selanjutnya pihak provinsi lah yang meneruskan ke pusat. Oleh karena itu, pihaknya tidak akan mungkin berani menginformasikan data per hari sebelum jelas sumbernya dari Dinas Kesehatan. “Jadi kalau di Makassar sendiri yang memberikan informasi ya hanya saya, Pak Walikota dan Bu Kadis. Jadi data yang sudah kita himpun per hari itu yang diteruskan ke pusat, kan berjenjang ya. Makanya info yang saya dapat dari provinsi juga, kalau belum terverifikasi dari pusat kita belum publish,” imbuh Ismail.(dtk)