GELORA.CO - Kementerian Hukum dan HAM siap melepas hingga 35 ribu narapidana untuk mencegah penularan virus Corona di lembaga pemasyarakatan yang overkapasitas. Kebijakan itu merujuk pada Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.
"Dengan Permenkum HAM 10/2020, kami perhitungkan kami bisa mengeluarkan di angka minimal 30 ribu, dan dari beberapa exercise, kami bisa mencapai lebih 35 ribu minimal (napi yang dilepas)," kata Menkum HAM Yasonna Laoly dalam rapat melalui teleconference bersama Komisi III DPR, Rabu (1/4/2020).
Kebijakan ini, disebut Yasonna, sudah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain itu, pelepasan narapidana itu merujuk pada Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.
"Kami sudah menyatakan ini adalah pelepasan by law. Kami meminta kalapas, karutan, karena ada beberapa rutan untuk memantau. Di samping itu, kami sudah laporkan ke Presiden, dan sudah disetujui mengeluarkan kebijakan tersebut," imbuhnya.
Namun ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa dilepaskan karena terganjal aturan dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Yasonna akan mengajukan revisi PP tersebut dalam ratas bersama Presiden Jokowi.
"Pertama, narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani dua pertiga masa pidananya akan kami berikan asimilasi di rumah. Kami perkirakan 15.442 per hari ini datanya. Mungkin akan bertambah per hari. Napi korupsi usia 60 tahun ke atas yang telah menjalani dua pertiga masa pidana sebanyak 300 orang. Napi tipidsus dengan sakit kronis yang dinyatakan rumah sakit pemerintah yang telah menjalani dua pertiga masa pidana 1.457 orang. Dan napi asing ada 53 orang," ungkap Yasonna.
Lebih lanjut, Yasonna mengatakan pihaknya juga telah melakukan upaya pencegahan virus Corona di lapas, seperti penyemprotan disinfektan hingga pembatasan narapidana untuk dijenguk melalui fasilitas video call.
"Maka pertama yang kami lakukan adalah disinfektansi terhadap semua lapas-rutan di Indonesia. Juga pembatasan secara ketat, tidak dilakukan bertamu kecuali vidcon. Dan protokol ketat tiap petugas yang masuk harus mengikuti protokol pencegahan COVID-19, yaitu pintu masuk harus melalui di-spray seluruh tubuh dan wajib memakai masker dan APD, seperti sarung tangan, wajib cuci tangan. Kami juga rutin mengeluarkan warga binaan untuk berjemur secara bertahap," katanya.
Sementara itu, Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM mengatakan pada Rabu (1/4) sekitar 13 ribu napi telah dibebaskan. Napi tersebut tersebar di lapas seluruh Indonesia.
"Mulai tadi pagi sampai sore ini tercatat sudah 13.430 seluruh Indonesia. Yang keluar dengan asimilasi 9.091. Yang keluar dengan program integrasi sejumlah 4.339," kata Plt Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM Nugroho.
Nugroho mengatakan Ditjen Pemasyarakatan menargetkan sekitar 35 ribu narapidana dibebaskan dalam waktu tujuh hari. Bahkan ada kemungkinan lebih dari itu.
"Mungkin bisa lebih dari itu. Pesan dari Pak Menteri sedapatnya Permenkum HAM Nomor 10 ini dalam 7 hari sudah bisa dilaksanakan," ucapnya.
Dia menyebut tak boleh ada pungutan liar dalam proses pengeluaran narapidana berdasarkan Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 itu. Para narapidana yang dikeluarkan dari lapas juga harus punya alamat yang jelas.
"Syarat yang paling menonjol adalah jelas alamat rumahnya, syukur bisa meninggalkan nomor telepon. Supaya nanti ini kan dilakukan pengawasan oleh BK Bapas, supaya BK Bapas bisa melakukan pembinaan," ucapnya.(dtk)