GELORA.CO - Rencana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly untuk membebaskan 300 narapidana korupsi guna mencegah pandemi COVID-19 di lembaga pemasyarakatan (Lapas) menuai pro dan kontra.
Upaya pembebasan itu akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 99/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Ketua Komisi III DPR Herman Herry menyatakan revisi PP 99/2012 adalah ranah eksekutif dan merupakan diskresi dari Presiden. Karena itu, Herman menegaskan tidak masalah bila upaya itu dilakukan atas nama kemanusiaan dalam situasi darurat COVID-19.
Politikus senior PDI Perjuangan ini justru mendukung langkah kemanusiaan tersebut, asal tetap mempertimbangkan aspek keadilan dan tujuan pemidanaan itu sendiri. “Terkait napi yang sudah menjalankan dua per tiga masa hukuman yang usia sudah di atas 60 tahun, atas nama kemanusiaan dan dalam situasi darurat COVID-19, saya pribadi setuju untuk dibebaskan,” ujar Herman kepada wartawan, Kamis (2/4/2020).
Legislator Dapil II Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menambahkan bukan hanya napi koruptor yang memenuhi syarat saja yang akan dibebaskan. Namun, ujar dia, berdasar keterangan Menkumham Yasonna saat rapat kerja dengan Komisi III DPR yang dipimpinnya, Rabu, 1 April 2020, diperkirakan ada sekitar 30.000 hingga 35.000 warga binaan yang akan dibebaskan dengan pertimbangan kemanusiaan dan darurat COVID-19.
Herman menegaskan pemerintah akan fokus pada napi yang sudah memenuhi persyaratan. Selanjutnya akan dituangkan dalam revisi PP 99 tersebut. “Yang dibebaskan fokus kepada warga binaan berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani dua per tiga masa hukuman. Jadi semua napi dengan tindak pidana apapun, asal memenuhi syarat tersebut bisa dibebaskan,” katanya.
Herman mengapresiasi respons pemerintah terhadap kondisi darurat Corona dengan mempertimbangkan bahaya penyebarannya, terutama di lapas yang mengalami kelebihan kapasitas. “Fokus utama saat ini adalah mencegah semakin meluasnya penyebaran virus corona dan melindungi rutan dan lapas, yang potensial mengalami pukulan hebat bila terjadi penyebaran virus Corona di sana,” ujarnya.
Menurut Herman, perlu dipahami bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan penyebaran COVID-19 melalui droplets. Oleh karena itu, tindakan pencegahan utama yang digalakkan adalah physical distancing, menghindari kerumunan, dan menjaga kebersihan dengan terutama sering mencuci tangan.
“Bila menimbang tiga saran utama itu, jelas sudah bahwa lapas merupakan salah satu tempat yang sangat rentan terjadi penularan COVID-19. Sulit membayangkan kerusakan yang ditimbulkan apabila ada warga binaan yang terinfeksi virus ini,” katanya.
Lebih jauh Herman menegaskan semua terobosan yang dilakukan pemerintah harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, ujar Herman, yang perlu diingat juga adalah bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi, atau dikenal dengan istilah salus populi suprema lex esto. “Saat ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan, tetapi mengutamakan keselamatan karena keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi,” kata Herman.(*)