GELORA.CO - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Feri Amsari, menilai rencana Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, membebaskan narapidana korupsi berusia di atas 60 tahun demi meminimalisasi penyebaran virus corona (Covid-19) di lingkungan penjara, tidak tepat. Kategori korupsi sebagai kejahatan luar biasa harus diperhitungkan untuk pengurangan hukuman dengan syarat-syarat yang ketat.
Menurut dia, pembebasan pelaku kejahatan luar biasa selama ini hanya dimungkinkan melalui pemberian grasi dan amnesti, sehingga rencana Yasonna merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 untuk membebaskan koruptor berusia lanjut tidak tepat. PP itu diterbitkan zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membatasi pemberian remisi bagi napi untuk kejahatan luar biasa, antara lain napi kasus korupsi.
“Tidak bisa begitu. Harusnya kalau ada yang terjangkit, ya dirawat. Pidananya tidak hilang. Jangan sampai Pak Menteri (Yasonna) dituduh memanfaatkan keadaan untuk menyelamatkan para koruptor,” kata Feri kepada Indonesiainside.id, Kamis (2/4).
“Saat ini semua hendak memanfaatkan keadaan ini untuk menjalankan kepentingannya masing-masing, termasuk koruptor yang bekerja agar dapat dibebaskan,” ucap dia.
Sementara, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai Yasonna Laoly memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk membebaskan koruptor. “Kebijakan Menteri Yasonna yang ingin membebaskan narapidana koruptor di tengah Pandemi Corona nampak sebagai upaya ‘aji mumpung’. Ini seperti memanfaatkan situasi untuk membebaskan koruptor,” ujar dia.
Lucius menilai tindakan Yasonna membebaskan napi koruptor karena corona hanya akal-akalan. Niatan politikus PDIP itu sebenarnya merevisi PP 99/2012 itu, menurut dia, adalah untuk mengakomodasi kepentingan tertentu. Apalagi, upaya semacam itu pernah dilakukan Yasonna pada kondisi normal namun gagal, karena diprotes masyarakat.
“Dikakatakan ‘aji mumpung’ karena upaya meringankan hukuman bagi koruptor dengan merevisi PP 99/2012 bukan kali pertama diupayakan oleh Yasonna,” kata dia.
“Upaya itu nampaknya belum berakhir dan momentumnya dilakukan di tengah pandemi corona dengan harapan publik tak akan terlalu peduli karena masing-masing tengah repot menghindari corona. Jadi terlihat aja agak ‘licik’ karena memanfaatkan situasi umum yang sedang fokus ke corona untuk meloloskan apa yang sudah sejak awal menjadi intensi Menteri Yasonna,” tuturnya.
Yasonna pada rapat virtual dengan Komisi III DPR memang mengungkapkan rencananya untuk membebaskan 30 ribu narapidana, termasuk napi koruptor untuk pencegahan corona. Tetapi, untuk napi korupsi terhalang aturan PP 99/2012, sehingga dia berniat merevisi regulasi itu. (*)