Niat Yasonna Bebaskan Napi Korupsi Dipertanyakan

Niat Yasonna Bebaskan Napi Korupsi Dipertanyakan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) merencanakan membebaskan 30 ribu narapidana untuk mengurangi kepadatan di dalam penjara sebagai upaya mencegah penyebaran virus Corona di dalam penjara. Sampai hari ini sudah ada belasan ribu narapidana yang telah dilepaskan.

Keputusan itu merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.

Hanya saja sejumlah tahanan tak bisa begitu saja mengikuti program asimilasi atau dibebaskan lewat program integrasi, karena terganjal ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Aturan itu memang menyebutkan, narapidana tindak pidana khusus, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme harus memenuhi persyaratan tambahan seperti bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR secara virtual, Rabu, (1/4/2020) Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengusulkan revisi aturan tersebut. "Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99 Tahun 2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," katanya.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bondan menyindir konsistensi Yasonna dalam upaya revisi tersebut. Tahun 2016 lalu, politikus PDI Perjuangan ini pernah menyatakan akan melakukan perbaikan dengan alasan untuk menguatkan aturan tersebut.

"Sekarang kita dengar untuk koruptor sebentar lagi dilepas cuma terhalang PP 99. Dulu dalam kondisi normal dia ingin mengubah juga. Sekarang kondisi tidak normal dia ingin ubah lagi. Artinya dia konsisten, memang pengen ubah," ujar Gandjar pada detikcom.

Gandjar mengaku heran pada perhatian khusus yang diberikan Yasonna pada terpidana-terpidana kasus korupsi. "Mengapa koruptor terus yang diomongin. Mengapa bukan pada terpidana narkotika yang lebih banyak dan mayoritas pengguna. Ada apa ya?," kata Gandjar.

Sementara pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya Iqbal Felisiano mengatakan tujuan melepaskan para narapidana untuk mencegah penularan penyakit COVID-19. Kebijakan ini masuk akal jika para narapidana berada dalam lembaga pemasyarakatan yang over kapasitas.

Namun kenyataannya, menurut Iqbal para pelaku korupsi tersebut tidak berada dalam penjara yang sama dengan kebanyakan narapidana. Satu kamar ditempati satu narapidana, seperti yang ada di LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

"Para narapidana tindak pidana korupsi ini tidak bercampur dengan napi lainnya. contohnya Setya Novanto punya sel sendiri-sendiri. Lantas apa bedanya dengan mereka di dalam dan di luar. Sama saja dengan self quarantine," ujar lulusan University of Washington, Amerika Serikat itu.

Meski demikian Sekretaris Jenderal Center for Anti-Corruption and Criminal Policy, Universitas Airlangga itu mengingatkan para narapidana kasus korupsi juga punya hak terutama bagi kelompok yang rentan terjangkit virus Corona. "Mereka harus dapat fasilitas kesehatan memadai," katanya.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita