GELORA.CO - Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah telah melakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) guna menekan penyebaran virus Corona COVID-19 sejak Senin 27 April 2020 hingga 24 Mei 2020 mendatang.
Salah satu aturan dalam PKM tersebut ialah masyarakat diminta untuk menghindari keramaian, tidak bepergian keluar rumah, dan mengurangi volume transportasi angkutan kota.
Sebagian masyarakat menjalankan imbauan tersebut. Terbukti, jalan-jalan dan ruang publik terlihat mulai sepi di Kota Semarang. Situasi tersebut kemudian berimbas pada pendapatan supir angkutan kota, bus dalam kota dan bus pariwisata yang sudah mulai sepi penumpang.
Salah satu sopir bus dalam kota, Rudi Hartanto (38) mengaku sangat merasakan betul sepinya penumpang selama hampir tiga minggu. Menurutnya, sebelum adanya Corona, dia memperolah pendapatan kotor bisa mencapai sebesar Rp400 ribu hingga Rp500 ribu dalam sehari.
"Kalau sekarang dapat 200 ribu sudah beruntung sekali itu. Rata-rata si cuma 100 ribu, belum itu terpotong setoran dan bensin, malah nombok," kata Rudi saat berbincang melalui sambungan telepon, Kamis 30 April 2020.
Bahkan Rudi mengaku pernah hanya mendapatkan lima penumpang dalam sehari dan tak dapat menyetor uangnya kepada pemilik bus. "Ya pernah saya setoran cuma 30 ribu saja, tapi pemilik bus juga pengertian karena kondisinya memang begini," ujarnya.
Bukan hanya dia yang merasakan hal tersebut namun hampir semua sopir baik bus kota maupun angkot merasakan hal yang sama. Bahkan, dirinya bersama teman sepekerjaannya saat ini terpaksa harus berhenti karena tidak sanggup untuk mengoperasikan angkutannya tersebut.
"Sudah lima hari ini saya menganggur, ya pertama sepi penumpang, kedua banyak jalan yang ditutup, ketiga kita beli bensin enggak ada," tuturnya.
Butuh Bantuan Pemerintah
Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Semarang telah meminta bantuan jaring pengaman sosial sebagai dampak pandemi COVID-19. Organisasi pengusaha angkutan itu mendesak pemerintah segera memberikan kebijakan bantuan kepada pengemudi angkutan yang terdampak pandemi.
"Organda sedang mendesak pemerintah untuk adanya jaring sosial bagi sopir angkot," ujar ketua Organda Semarang, Bambang Pranoto.
Padahal menurut Bambang, pada bulan Maret 2020 lalu pihaknya sudah memberikan datanya (Jumlah pengemudi angkutan) dari ke Dinas sosial sebagai salah satu yang terdampak Corona. Namun hingga sekarang belum ada bantuan yang datang atau mengkonfirmasi kembali.
"Kita sudah ajukan data dari teman sopir, tapi kok sampai sekarang bantuan belum ada. Saya berharap pemerintah segera peduli dengan kondisi saat ini," tuturnya.
Bambang menambahkan, Organda mencatat di Kota Semarang ada 7.000 sopir angkot, bus dalam kota dan bus pariwisata yang beroperasi. Namun dalam satu minggu ini hanya 20 persen yang masih aktif bekerja. Sisanya sekitar 80 persen atau 5.600 sopir telah menganggur.
"Kalau untuk angkot dan bus dalam kota yang ada di Semarang sejumlah 2500-an, sekarang yang beroperasi di jalan enggak ada 500 armada," ujar Bambang.
Meski masih ada yang beroperasi, lanjut Bambang, pendapatan para sopir tak seberapa bahkan bisa terbilang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Sekarang pendapatan kotor hanya 70 ribu , bersih yang diterima sipil paling 15 sampai 20 ribu saja. Itu kurang banget untuk kebutuhan sehari-hari," lanjut dia.
Melihat kondisi demikian, pihaknya sangat berharap adanya uluran pemerintah baik Provinsi maupun Kota Semarang untuk membantu para sopir angkot di Semarang. "Sangat kami harapkan segera karena kondisinya seperti ini," katanya.[viva]