GELORA.CO - Empat karyawan yang bekerja di sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan sekolah tinggi di Banda Aceh, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Diduga, penyebab PHK tersebut karena pekerja meminta agar adanya penyediaaan hand sanitizer di yayasan itu.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Aceh, Habibie Insuen membenarkan adanya pekerja yang di PHK secara sepihak. Bahkan, PHK itu dilakukan pihak yayasan hanya secara lisan tanpa adanya surat dan sebagainya.
Habibie menjelaskan, keempat orang itu melaporkan kejadian itu ke Trade Union Care Center (TUCC) dan posko Covid-19 pekerja yang ada di Banda Aceh. Dalam aduannya, mereka di PHK karena meminta disediakan hand sanitizer. Tapi, pihak perusahaan meresponnya dengan tidak baik.
“Alasan di PHK karena mereka meminta agar di kantor tempat mereka bekerja disediakan hand sanitizer pada akhir Maret lalu. Namun diabaikan oleh pimpinan bahkan disentil dengan bahasa tidak perlu takut corona,” kata Habibie saat dikonfirmasi, Jumat, 17 April 2020.
Hal tersebut, kata Habibie membuat mereka mengambil sikap untuk tidak masuk hingga tiga hari. Dengan harapan, nantinya dapat disediakan alat pencegahan virus corona.
“Tapi sayangnya pihak manajemen justru menyatakan PHK dan telah buka lowongan bagi pekerja baru. Hingga akhirnya mereka melaporkannya,” ujarnya.
Menurut Habibie, permintaan empat pekerja itu untuk disediakannya hand sanitizer cukup masuk akal untuk menjaga kesehatan. Mengingat, wabah virus corona yang semakin merebak di Aceh saat itu.
Ia menyesalkan sikap pimpinan perusahaan di Yayasan itu yang dinilai semena-mena. Paling menyedihkan, kata Habibie, upah pekerja tersebut juga jauh di bawah UMP Provinsi Aceh.
Untuk itu, pihaknya bersama TUCC akan melakukan musyawarah Bipartite dengan manajemen Yayasan itu. Jika nantinya buntu, pihaknya siap mendamping pekerja ke ranah tripartite hingga ke pengadilan.
“Jika tidak ada solusi dan itikad baik, kita siap dampingi pekerja ke tanah penyelesaian di tingkat tripartite juga ke pengadilan, supaya tidak ada oknum pengusaha yang semena-mena, ini negara hukum,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi TUCC, M Arnif, mengatakan dengan adanya PHK tersebut menambah data baru pekerja yang di PHK di Aceh. Dalam catatan TUCC, hingga hari ini sudah ada 39 orang yang di PHK di Aceh, dan 800 lebih pekerja yang di rumahkan.
Jika ini terus bertambah, kata Arnif, ada mekanisme yang salah dalam penanganan pekerja dari pemerintah, yang dimana seharusnya pengusaha dan pemerintah bisa bekerjasama untuk menekan angka atau lonjakan pekerja yang di PHK.
“Jika terus bertambah berarti ada mekanisme salah dalam penanganan masalah pekerja sebagai upaya preventif dari pemerintah, seharusnya pengusaha dan pemerintah sedapat mungkin menghindari terjadinya PHK,” ucapnya.(*)