Membebaskan Napi saat Pandemi Corona, Kini Menteri Yasonna Digugat ke Pengadilan

Membebaskan Napi saat Pandemi Corona, Kini Menteri Yasonna Digugat ke Pengadilan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kebijakan asimilasi narapidana yang dilakukan MenkumHAM Yasonna Laoly kini digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah.

Penggugat berasal dari Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti-Ketidakadilan Independen, Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.

Selaku tergugat ialah kepala Rutan Surakarta, kepala Kanwil Kemenkumham Jateng, dan Menkumham.

Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997 Boyamin Saiman mengatakan bahwa gugatan itu sudah didaftarkan di PN Surakarta, Jateng, Kamis (23/4).

“Telah dilakukan gugatan perdata terkait kontroversi kebijakan pelepasan napi (asimilasi oleh Menkumham) di mana para napi yang telah dilepas sebagian melakukan kejahatan lagi dan menimbulkan keresahan pada saat pandemi corona,” kata Boyamin, Minggu (26/4).

Dia mengatakan untuk mengembalikan rasa aman maka pihaknya menggugat MenkumHAM Yasonna agar menarik kembali napi asimilasi dan dilakukan seleksi serta psikotes secara ketat bila hendak melakukan kebijakan tersebut.

"Gugatan ini didaftarkan di PN Surakarta karena ketika saya work from home di Surakarta, sehingga fokusnya kasus di Surakarta. Toh kalau nanti dikabulkan hakim maka otomatis akan berlaku di seluruh Indonesia," jelasnya.

Boyamin menjelaskan napi asimilasi yang dilepas harus memenuhi syarat, yakni berkelakuan baik berdasar tidak ada catatan pernah melanggar selama dalam lapas (register F), dan membuat surat pernyataan tidak akan melakukan kejahatan lagi.

Menurut Boyamin, materi gugatan ini ialah para tergugat salah hanya menerapkan syarat tersebut secara sederhana, tanpa meneliti secara mendalam watak napi dengan psikotes sehingga hasilnya napi berbuat jahat lagi. "Jadi, yang dipersalahkan adalah teledor, tidak hati-hati dan melanggar prinsip pembinaan pada saat memutuskan napi mendapat asimilasi," ungkapnya.

Selain itu, kata dia, para tergugat tidak melakukan pengawasan padahal orang yang mendapat asimilasi masih berstatus napi.

Seharusnya pembinaan dan pengawasan masih tetap menjadi tanggung jawab para tergugat. "Dengan tidak melakukan pengawasan dan pembinaan oleh para tergugat adalah perbuatan melawan hukum," katanya.

Adapun dasar gugatan kepada tergugat 1 (karutan Solo), yakni melepaskan napi diduga secara tidak memenuhi syarat dan tidak melakukan pengawasan sehingga napi tersebut melakukan kejahatan di masyarakat.

Kepada tergugat 2 (kakanwil Kemenkumham Jateng) ialah mengizinkan karutan Solo melepaskan napi Rutan Solo. Mengizinkan dan melepaskan napi seluruh Jateng tetapi tidak melakukan pengawasan sehingga kemudian berbuat jahat di Solo.

Kepada tergugat 3 (MenkumHAM) adalah memerintahkan dan mengizinkan kakanwil KemenkumHAM Jateng untuk mengizinkan karutan Solo melepaskan napi dari Rutan Solo.

Mengizinkan dan memerintahkam kakanwil KemenkumHAM Jateng untuk melepaskan napi seluruh Jateng yang kemudian melakukan kejahatan di Solo.

Mengizinkan dan memerintahkan keluar napi seluruh Indonesia dan tidak melakukan pengawasan yang kemudian napi tersebut datang ke Solo dan melakukan kejahatan di Solo.

Adapun petitum penggugat yakni meminta majelis Hakim yang akan menyidangkan menyatakan asimilasi dilakukan secara tidak memenuhi syarat dan tidak melakukan pengawasan adalah perbuatan melawan hukum.

Memerintahkan untuk membatalkan asimilasi dan menarik kembali semua napi yang dilepaskan kecuali yang memenuhi persyaratan berkelakuan baik dan dilakukan psikotes.

"Memerintahkan para tergugat melakukan pengawasan ketat terhadap napi yang memenuhi syarat asimilasi sehingga para napi tidak melakukan kejahatan berulang," pungkasnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita