GELORA.CO - Di tengah wabah COVID-19, India dilanda gelombang Islamofobia. Cendekiawan Arundhati Roy menilai kampanye hitam bahwa kaum muslim menyebarkan virus corona, serupa ketika NAZI Jerman menuding Yahudi mendalangi wabah tifus.
Pujangga India, Arundhati Roy, menuding pemerintah memanfaatkan wabah virus corona untuk menyulut konflik antara mayoritas Hindu dan kaum muslim.
"Strategi yang dianut oleh pemerintahan Hindu nasionalis di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, akan menciptakan kondisi yang harus diawasi oleh dunia internasional," kata dia menambahkan.
"Situasinya mendekati genosida," imbuh Arundhati.
"Saya kira apa yang terjadi dengan wabah COVID-19 mengungkap sesuatu tentang India yang sudah kita ketahui bersama. Kami menderita, tidak hanya oleh COVID-19, tetapi juga oleh krisis kebencian, krisis kelaparan," ujarnya.
Sebanyak 1,3 miliar penduduk India saat ini sedang menjalani karantina total yang berlaku di seluruh negeri. Sejauh ini India mencatat angka kasus penularan melebihi 17.000 kasus. Setidaknya 543 orang meninggal dunia, menurut Johns Hopkins University.
Arus Kebencian terhadap Jemaah Tabligh
Gelombang Islamofobia tersulut oleh serangkaian kasus penularan di markas Jemaah Tabligh di New Delhi akhir Maret silam, di mana di lokasi digelar acara akbar yang dihadiri ribuan orang, termasuk dari Indonesia.
Peristiwa itu lalu dimanfaatkan kelompok Hindu nasionalis dengan menggalang kampanye antimuslim di media-media sosial. Tagar seperti #CoronaJihad, #BioJihad atau #MuslimMeaningTerrorist digunakan untuk menyebar teori konspirasi bahwa kaum muslim berusaha menggunakan virus corona sebagai senjata untuk melawan India.
Ungkapan bernada kebencian yang bertebaran di Facebook atau Twitter itu kabarnya ikut disebar oleh simpatisan Perdana Menteri Narendra Modi dan pejabat teras Partai Bharatiya Janata. Menurut data yang dihimpun Equality Labs di AS, tagar #CoronaJihad sudah muncul sebanyak 300.000 kali dan disimak oleh lebih dari 165 juta orang di Twitter sejak 28 Maret, demikian tulis CNN dalam laporannya pekan lalu.
"Ini adalah krisis kebencian terhadap kaum muslim," lanjut Arundhati, "yang memboncengi pembantaian di Delhi ketika warga berdemonstrasi menentang UU Kewarganegaraan yang antimuslim."
"Selama wabah COVID-19, pemerintah diam-diam bergerak menangkap mahasiswa, mendakwa pengacara, editor senior, aktivis dan kaum intelektual. Beberapa di antara mereka bahkan dipenjara baru-baru ini."
Impian mendirikan negara Hindu
Pemerintah India saat ini dikuasai oleh Partai Bharatiya Jannata yang lahir dari rahim sebuah organisasi ekstrem kanan Hindu, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). Hampir semua pejabat teras BJP, termasuk PM Modi, merupakan anggota senior RSS.
RSS dibentuk 94 tahun lalu dengan impian mendirikan sebuah negara Hindu. Sempat dilarang di bawah kekuasaan kolonial Inggris, organisasi ini lalu banyak menginduk pada ideologi NAZI Jerman.
V.D. Savarkar, pejuang kemerdekaan India yang juga merumuskan ideologi Hindutva (Negara Hindu), sempat menulis betapa India harus meniru pendekatan NAZI terhadap Judenfrage alias "persoalan Yahudi" agar bisa menanggulangi "persoalan muslim" di negeri sendiri, tulisnya meminjam istilah yang ramai digunakan oleh pemerintahan Adolf Hitler di Jerman.
Sejarah mencatat, Mahatma Gandhi yang meyakini inklusivitas India, dibunuh oleh Nathuram Godse, seorang anggota RSS. Menurut ideologi Hindutva, India tidak memiliki tempat bagi kaum muslim.
"Kini ideologi itu menjadi agenda utama pemerintah India di bawah BJP," klaim Arundhati. Pemerintah di Delhi menggunakan taktik serupa dengan yang digunakan NAZI Jerman selama Holocaust, tudingya.
"Semua di struktur organisasi, RSS yang beranggotakan Modi dan berfungsi sebagai kapal induk bagi BJP, sejak lama mengatakan bahwa India harus menjadi negeri Hindu. Ideologi ini menempatkan kaum muslim di India serupa Yahudi di Jerman," kata Arundhati lebih lanjut.
"Dan jika Anda melihat bagaimana mereka memanfaatkan COVID-19, semuanya serupa dengan bagaimana penyakit tifus digunakan untuk mendiskriminasi dan menempelkan stigma buruk kepada kaum Yahudi di Jerman zaman NAZI."
BJP membatah tuduhan
Namun tuduhan Arundhati dibantah Partai Bharatiya Janata. Melalui juru bicaranya, BJP menepis "seluruh" tuduhan sang novelis dan bahwa label Islamofobia yang ditempelkan kepada pemerintah India sebagai "hal yang rasis."
"Tidak satu pun kebijakan pemerintahan Narendra Modi yang membeda-bedakan penduduk India atas dasar agama, kasta atau golongan, melainkan murni berdasarkan hukum," kata juru bicara BJP Nalin Kohli.
Arundhati juga diserang oleh anggota legislatif BJP, Rakesh Sinha. Lewat akun Twitternya, Rakesh mengklaim pemerintahan Modi "bebas dari segala bias." Sang perdana menteri, kata dia, "telah bekerja keras menyelamatkan penduduk India dari krisis corona."
"Tapi, idiot tidak berguna seperti Arundhati Roy, justru berusaha mengucurkan racun komunal ke dalam diskursus umum," tuding anggota legislatif BJP itu.(dtk)