Kontroversi Perppu 1/2020, Komisi VIII: Kebal Hukum, Di Mana Adilnya?

Kontroversi Perppu 1/2020, Komisi VIII: Kebal Hukum, Di Mana Adilnya?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ada beberapa pasal yang dianggap kontroversial dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19, yang baru saja diterbitkan.

Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyebutkan dalam rilisnya, Kamis (2/3), salah satunya adalah adalah Pasal 27 Bab V Ketentuan Penutup, dari ayat 1 sampai 3.

Pada pasal 27 ayat 1 tersebut berbunyi: Biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/ atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan pelaksanaan kebijakan pendapatan negara merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

Bukhori menilai pasal ini membuat pengambil kebijakan menjadi kebal hukum jika dalam pelaksanaan Perppu ini terjadi maladministrasi, seperti penyalahgunaan anggaran, pembiayaan yang tidak efektif dan efisien, penggelapan dana, dan sejenisnya.

Ia pun mengajak semua pihak mencermati pasal tersebut yang diduga bisa menjadi celah terjadinya tindakan penyalahgunaan anggaran.

“Model bantuan seperti ini sangat berisiko menjadi lahan basah bagi pihak yang tidak bertanggungjawab, sebagaimana pola serupa pernah terjadi dalam kasus skandal dana talangan Bank Century,” ujar Bukhori.

Kemudian untuk pada pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakantugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lalu pada ayat 3 berbunyi: Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada PTUN.

Bukhori menegaskan, Perppu ini secara tidak langsung menihilkan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan DPR RI untuk melakukan fungsi pemeriksaan dan pengawasan.

“Logikanya, jika memang ditemukan masalah keuangan dalam pelaksanaan peraturan tersebut oleh BPK atau DPR, pembuat kebijakan yang bersangkutan tidak dapat dituntut  secara perdata maupun pidana dengan dalih tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik,” cetus Bukhori.

“Perppu ini terbit tanpa melibatkan partisipasi DPR. Padahal uang yang digelontorkan berasal dari APBN, uang rakyat, sehingga harus ada pertanggungjawaban yang jelas dalam penggunaannya!” lanjutnya lagi.

Ia pun mengkhawatirkan dengan tidak adanya pengawasan efektif dalam penyaluran dana tersebut, berisiko menimbulkan bencana keuangan.

Apalagi, jika kemungkinan buruk tersebut benar terjadi, pejabat terkait tidak bisa diseret ke pengadilan. Di mana letak keadilannya?” tutup Bukhori.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita