GELORA.CO - Presiden Joko Widodo diharapkan mengevaluasi keberadaan badan dan lembaga negara yang tidak terlalu urgen, dan dananya dialihkan untuk penaganan virus corona baru (Caovid-19).
Hal itu lebih baik dilakukan ketimbang terus memperbanyak utang untuk penanggulangan dan memulihkan perekonomian saat Covid-19.
Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, saat ini yang dibutuhkan adalah pemimpin yang dapat mencari solusi untuk menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi tanpa utang.
"Saya melihat kalaupun misalkan ini akan berkepanjangan, dan krisisnya sekali lagi bukan hanya krisis kesehatan, kita menghadapi memang krisis ekonomi. Perang dagang Amerika-China belum selesai. Melihat kapasitas fiskal kita memang jelas rasio pajak akan anjlok sekali," ucap Bhima Yudhistira saat diskusi streaming yang diselenggarakan oleh Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS), Jumat (17/4).
Menghadapi kondisi seperti ini, Bhima Yudhistira mengaku tidak melihat upaya pemerintah untuk mencari dana, yang ada hanya utang dan utang.
"Nah kalau menurut saya sih gini, yang hilang sekarang adalah ketika kemudian ada perubahan APBN, langsung utang Rp 1.006 triliun dalam satu tahun anggaran, kita tidak melihat upaya pemerintah," tegas dia.
Bhima Yudhistira pun membeberkan cara agar pemerintah dapat mendapatkan dana, tanpa melakukan utang.
"Saya kasih proposal radikal, misalkan gimana caranya nyari uang Rp 400-an triliun? Dana infrastruktur yang masih dalam bentuk uji kelayakan itu bisa digeser, tapi yang terjadi sekarang adalah dana yang kecil-kecil yang digeser," sebut dia.
Selain itu, dana dari lembaga dan kementerian yang tidak bermanfaat juga dapat dimanfaatkan dan dialihkan untuk penanganan Covid-19 maupun dampak ekonomi.
"Selanjutnya, lembaga atau kementerian yang memang tidak bermanfaat ya kita hilangkan," terang Bhima Yudhistira.
Dia menyarankan agar Jokowi untuk membubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dinilai kurang bermanfaat. Sehingga, anggaran untuk BPIP dapat dialihkan untuk penanganan Covid-19.
"Saya bisa ngomong langsung tegas di sini, misalkan BPIP. Apa fungsi negara atau fungsi pemerintah untuk memberikan gaji ratusan juta pada dewan pembina pada ketua? Kita tidak butuh slogan 'Saya Pancasila, Saya Indonesia'. Kita mau sila kelima Pancasila 'Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia' itu hadir di tengah korban corona. Bubarkan BPIP kemudian uangnya dialokasikan untuk penanganan Covid-19 itu dapat Rp 200 miliar dalam setahun," tuturnya.
Kemudian, masih dijelaskan Bhima Yudhistira, masih banyak lagi sumber dana yang dimiliki pemerintah jika Jokowi benar-benar berniat menyelamatkan Indonesia tanpa melakukan utang yang diyakini akan menyengsarakan rakyat.
"Kemudian jabatan-jabatan yang menurut saya akan menjadi beban. Misalkan Wakil Presiden itu stafsusnya ada 10, dan saya hitung per tahun itu kalau dihilangkan stafsunya 50 persen saja itu ada penghematan Rp 3 miliar," ucapnya.
"Wakil Menteri buat apa? Kantor Staf Presiden kebanyakan, Rp 51 juta per bulan. Stafsus milenial, ngapain gitu ada stafsus milenial, sudah dapat gaji dari negara masih jadi CEO perusahaan startupnya. Kan itu bikin malu pemerintah. Ya harusnya enggak perlu sampai 7 orang stafsus milenial," sambung dia.
Menurut Bhima Yudhistira, dari situ saja pemerintah telah melakukan penghematan anggaran hingga miliaran rupiah dalam setahun.
"Itu bisa menghemat miliaran dalam setahun. Jadi kalau dikumpulin yang model-model begitu plus proyek-proyek mercusuar sebenarnya kita tidak perlu terlalu terburu-buru kemudian langsung loncat kepada utang," tutupnya. (Rmol)