GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin mengambil kebijakan lockdown untuk memutus rantai penularan virus corona (COVID-19) di Indonesia. Jokowi mempertanyakan negara mana yang berhasil menerapkan kebijakan tersebut.
Jokowi lebih memilih memakai kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pelarangan mudik Lebaran ketimbang lockdown. Jokowi mengatakan, Indonesia belajar dari negara lain dan menilai tidak ada negara yang berhasil mengatasi wabah corona dengan kebijakan lockdown.
"Bukan karena masalah bujet, kita kan juga belajar dari negara-negara lain. Apakah lockdown itu berhasil menyelesaikan masalah, kan tidak," kata Jokowi dalam wawancara eksklusif di acara Mata Najwa yang disiarkan Trans7, Rabu (22/4/2020) malam.
Jokowi sangat yakin akan data tersebut. "Coba tunjukkan negara mana yang berhasil melakukan lockdown dan bisa menghentikan masalah? Nggak ada menurut saya," kata Jokowi.
Rupanya Vietnam yang masih sesama negara anggota ASEAN menerapkan kebijakan lockdown dan bisa mencegah penularan virus corona. Mengutip situs John Hopkins, Kamis (23/4/2020), belum ada kasus kematian akibat virus corona di Vietnam. Jumlah kasus positif hingga saat ini tercatat sebanyak 268.
Penanganan COVID-19 di negara itu memang patut diacungi jempol. Vietnam yang berbatasan dengan China yang sempat menjadi pusat penyebaran COVID-19 mampu dianggap mampu menekan laju penyebaran virus tersebut. Vietnam sudah memberlakukan lockdown sejak hari Rabu (1/4).
"Memerangi epidemi ini, berarti memerangi musuh," kata PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc dalam pertemuan Partai Komunis sebelum pandemi itu menyerang Vietnam, dilansir DW pada Minggu (12/4).
Karantina dan Pelacakan yang Ketat
Salah satu kebijakan yang dilakukan untuk melakukan perlawanan terhadap COVID-19 adalah kebijakan karantina yang ketat, dan melakukan penelusuran lengkap semua orang yang kontak dengan pasien COVID-19 tersebut. Langkah-langkah ini dilaksanakan jauh lebih awal dari China, di mana penguncian seluruh kota digunakan sebagai upaya terakhir untuk menjaga agar virus tidak menyebar lebih jauh.
Sebagai contoh, pada tanggal 12 Februari, Vietnam menempatkan seluruh kota di dekat Hanoi di bawah karantina selama tiga minggu. Kala itu, hanya ada 10 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di seluruh Vietnam. Pihak berwenang juga secara luas dan cermat mendokumentasikan siapa saja yang berpotensi melakukan kontak dengan virus.
Vietnam juga melacak kontak tingkat kedua, ketiga dan keempat dengan orang yang terinfeksi. Semua orang ini kemudian ditempatkan di bawah level pergerakan dan pembatasan kontak yang ketat secara berurutan.
Dan sejak awal, siapa pun yang tiba di Vietnam dari daerah berisiko tinggi akan dikarantina selama 14 hari. Semua sekolah dan universitas juga telah ditutup sejak awal Februari.
Warga juga dilarang berkumpul lebih dari dua orang. Setiap orang wajib menjaga jarak setidaknya 2 meter. Semua orang di Vietnam diharuskan memakai masker di tempat umum seperti supermarket, stasiun bus, bandara, dan kendaraan angkutan umum.
Ancaman Denda dan Pidana Bagi Pelanggar
Dilansir kantor berita pemerintah Vietnam News Agency (VNA), siapapun yang melanggar aturan pencegahan COVID-19 akan menghadapi denda berat atau bahkan pidana.
Misalnya saja, bagi warga yang tak mengenakan masker. Mereka didenda maksimal 300.000 Dong atau Rp 200.000.
Kemudian bagi mereka yang melanggar protokol karantina, akan didenda 10 juta Dong atau Rp 7 juta dan akan diadili secara pidana. Tempat makan yang tidak mengikuti perintah penutupan juga didenda maksimal 20 juta dong atau Rp 14 juta.[]