GELORA.CO - Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun, mengkritisi perubahan batas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diumumkan Presiden Joko Widodo.
Perubahan batas defisit APBN diungkap Presiden Jokowi saat mengumumkan status darurat kesehatan dan stimulus ekonomi dalam menghadapi pandemik virus corona atau Covid-19 pada Selasa (31/3).
Dalam pidato Presiden Jokowi itu, Ubedilah melihat ada kejanggalan di sektor ekonomi. Di mana, kata Ubedilah, pemerintah akan mengubah batas defisit APBN dari 3 persen menjadi 5 persen.
"Terkait keuangan, Jokowi juga mengabaikan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara terkait batas defisit APBN 3 persen yang akan diubah menjadi 5 persen selama tiga tahun (2020-2022)," ucap Ubedilah Badrun, Rabu (1/4).
Ubedilah melanjutkan, perubahan selama tiga tahun tersebut dinilai janggal lantaran belum memiliki dasar hukum.
"Aneh, diubah untuk tiga tahun tanpa argumen dan dasar hukum. Perubahan itu akan dibuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang belum ditandatangani," jelas Ubedilah.
"Ini berbahaya, peraturannya belum ada tetapi sudah diumumkan. Ini level negara, ini berbahaya," tegasnya.
Selain itu, Ubedilah pun mempertanyakan sumber dana Rp 405,1 triliun yang akan digunakan untuk menangani Covid-19.
"Apalagi janji menggelontorkan uang Rp 405,1 triliun untuk tangani Covid-19 juga tidak jelas bersumber darimana dan tanpa regulasi. Sementara korban Covid-19 terus berguguran," pungkasnya. (*)