Jepang bakal Bayar Perusahaan yang Mau Hengkang dari China, Ini Alasannya

Jepang bakal Bayar Perusahaan yang Mau Hengkang dari China, Ini Alasannya

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Wabah virus corona mengubah segalanya. Termasuk perubahan dalam rantai pasokan dunia. Pada Kamis, melansir Forbes, pengawas geopolitik di The Spectator Index mencatat bahwa pemerintah Jepang akan menggelontorkan lebih dari US$ 2 miliar untuk membantu perusahaan multinasionalnya hengkang China.

Keputusan Jepang untuk membantu perusahaan multinasionalnya terjadi di saat yang bersamaan dengan hengkangnya perusahaan AS dari China, meskipun tidak ada dorongan resmi untuk melakukan hal tersebut.

Perusahaan konsultan manufaktur global, Kearney, merilis Reshoring Index tahunan ketujuh pada hari Selasa. Laporan itu menunjukkan apa yang disebutnya sebagai "pembalikan arah dramatis" dari tren lima tahun ketika manufaktur AS domestik pada tahun 2019 mendominasi bagian yang jauh lebih besar dibandingkan 14 eksportir Asia yang dilacak dalam penelitian ini. Impor manufaktur dari China adalah yang paling terpukul.

"Orang-orang telah berbicara tentang meninggalkan China selama bertahun-tahun sekarang dan itulah sebabnya kami memulai penelitian ini, untuk menemukan data nyata, untuk mendapatkan perhitungan yang benar tentang ini," kata Patrick Van den Bossche, seorang mitra di Kearney.

“Apa yang kami lihat sekarang adalah perusahaan-perusahaan memperhatikannya dengan seksama. Karena pandemi dan gangguan rantai pasokan yang disebabkannya, orang akan dapat melakukan perhitungan tentang ini dan ketika mereka dapat menyajikan kepada dewan perusahaan mereka dengan persamaan matematika yang bagus tentang risiko pasokan, mereka akan melakukannya dan banyak yang akan melihat bahwa mereka harus melakukan diversifikasi jauh dari China," papar den Bossche seperti yang dikutip Forbes.

Sementara itu, melansir Bloomberg, tujuan Jepang menggelontorkan paket stimulus ekonomi senilai US $ 2,2 miliar adalah untuk membantu produsennya mengalihkan produksinya dari China, karena virus corona mengganggu rantai pasokan antara mitra dagang utama.

Menurut perincian rencana yang diposting online, anggaran tambahan itu termasuk 220 miliar yen (US$ 2 miliar)untuk perusahaan yang mengalihkan produksi kembali ke Jepang dan 23,5 miliar yen untuk mereka yang ingin memindahkan produksi ke negara lain.

Langkah ini bertepatan dengan apa yang seharusnya menjadi perayaan hubungan persahabatan antara kedua negara.

Presiden China Xi Jinping seharusnya melakukan kunjungan kenegaraan ke Jepang awal bulan ini. Akan tetapi, kunjungan yang disebut-sebut merupakan yang pertama dalam satu dekade ini harus ditunda sebulan yang lalu di tengah penyebaran virus corona dan tidak ada tanggal baru yang ditetapkan.

China adalah mitra dagang terbesar Jepang dalam keadaan normal, tetapi impor dari China merosot hampir setengahnya pada Februari ketika penyakit itu menutup pabrik, yang pada gilirannya membuat produsen komponen penting Jepang kesulitan.

Kondisi itu telah mengungkit kembali pembahasan tentang perusahaan Jepang agar mengurangi ketergantungan mereka pada China sebagai basis manufaktur. Panel pemerintah tentang investasi masa depan bulan lalu membahas perlunya pembuatan produk bernilai tambah tinggi untuk dialihkan kembali ke Jepang, dan untuk produksi barang-barang lain yang akan didiversifikasi di Asia Tenggara.

"Akan ada sesuatu perubahan," kata Shinichi Seki, seorang ekonom di Japan Research Institute. Dia menambahkan, beberapa perusahaan Jepang yang memproduksi barang-barang di China untuk ekspor sudah mempertimbangkan untuk pindah. "Memiliki ini dalam anggaran pasti akan memberikan dorongan," tambahnya.

Perusahaan, seperti produsen mobil, yang memproduksi untuk pasar domestik China, kemungkinan akan tetap bertahan, katanya.

Mengutip Bloomberg, sebuah survei Februari oleh Tokyo Shoko Research menemukan 37% dari lebih dari 2.600 perusahaan yang merespons melakukan diversifikasi pengadaan ke tempat lain selain China di tengah krisis coronavirus.

Masih harus dilihat bagaimana kebijakan itu akan mempengaruhi upaya bertahun-tahun Perdana Menteri Shinzo Abe untuk memulihkan hubungan dengan China.(*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita