GELORA.CO - Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mengalami kenaikan. Pada Februari 2020 ULN mencapai USD 407,5 miliar atau sekitar Rp 6.316 triliun dengan asumsi kurs 15.500 per dolar AS.
Utang ini terdiri dari sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan utang luar negeri Indonesia masih aman dan terkendali. Walaupun memang utang luar negeri pemerintah mengalami kenaikan.
"Jumlahnya USD 407,5 miliar terdiri dari swasta USD 204,2 miilar dan pemerintah USD 203,3 miliar. Kalau kita lihat lebih lanjut, Utang Luar Negeri Indonesia masih aman, terkendali dan produktif," ujar Perry dalam Video Conference di Jakarta, Rabu (22/4).
Perry mengakui, penanganan Covid-19 telah meningkatkan utang pemerintah. Namun, ia bersikukuh ULN tetap aman terkendali, sebab ULN saat ini masih digunakan secara terukur dan untuk kegiatan produktif.
Utang-utang itu pun tentunya lewat persetujuan DPR.
"ULN kan macam macam. Ada ULN pemerintah dan kalau bicara pemerintah berkaitan dengan defisit fiskal. Kalau berkaitan dengan defisit fiskal dalam kondisi normal itu kan selalu atas persetujuan DPR, dan dengan demikian tingkat kenaikan defisit fiskal dan pembiayaan itu melalui DPR," urainya.
Untuk perbankan dan sektor swasta, Bank Indonesia selalu mengingatkan untuk melakukan manajemen resiko sebelum penarikan pinjaman.
"Kedua, kalau terkait ULN bank, itu ada peraturan dari BI. ULN bank itu memerlukan persetujuan Bank Indonesia. ULN swasta itu ada aturan mewajibkan mereka menerapkan manajeman risiko secara prudent yaitu hedging dan kewajiban minimum rating," jelas Perry.
Pemerintah juga telah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) dalam rangka memulihkan ekonomi maupun defisit fiskal dari pandemi Covid-19. Hal ini perlu dilakukan karena ada kebutuhan yang meningkat.
Meski demikian, sejak awal tahun porsi kepemilikan asing dalam pembelian SBN Indonesia terus menurun.
Perry menjelaskan ada outflow SBN yang menyebabkan porsi kepemilikan asing di SBN menurun hingga saat ini menjadi 32 persen dari semula 40 persen. (Rmol)