GELORA.CO - Menteri Kesehatan RI (2004-2009) Siti Fadilah Supari membuat Indonesia jadi sorotan internasional setelah menggalang dukungan negara-negara lain untuk menggugat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait penanganan wabah flu burung H5N1 pada 2005.
Siti melawan dengan tidak mengirimkan spesimen virus yang diminta WHO. Dia tak terima penanganan wabah harus mengikuti standar Global Influenza Surveillance Network (GSIN) karena tidak transparan dan berisiko dijadikan sebagai komoditas monopoli perdagangan vaksin.
Upaya Siti membongkar dugaan konspirasi bisnis kesehatan dunia telah dituangkan ke dalam buku Saatnya Dunia Berubah (2008) disertai pemaparan literasi dan bukti-bukti data sepanjang dia jatuh-bangun menuntaskan wabah flu burung di Indonesia.
Buku tersebut berujung kontroversi. Salinan yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris bahkan sempat dikabarkan ada yang menarik dari peredaran.
Terlepas dari polemik yang terjadi, Siti mendapat pengakuan dari dunia. Majalah The Economist di London, misalnya, menempatkan Siti sebagai tokoh yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak penyakit pandemik.
"Menteri Kesehatan Indonesia itu, telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini, dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yakni transparansi," tulis The Economist, 10 Agustus 2006 lalu.
Selepas masa jabatan sebagai menteri kesehatan, Siti dijerat kasus oleh KPK dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di kementerian yang sempat dia pimpin. Ditetapkan sebagai tersangka pada 2014, Siti baru masuk persidangan 2017 dan dijatuhi vonis 4 tahun penjara pada tahun yang sama.
Belakangan publik menggulirkan petisi agar Presiden Joko Widodo segera membebaskan Siti Fadilah karena sosoknya dibutuhkan negara dalam menghadapi wabah virus corona (covid-19) yang telah melumpuhkan dunia.
Kejanggalan sempat terjadi dalam upaya penggalangan petisi tersebut. Pada Kamis 16 April, petisi tersebut diberitakan tercatat sudah mendapatkan 42 ribu tanda tangan dari para warganet dan terus bergerak menuju angka 50 ribu. Namun pada Sabtu, 18 April 2020, tanda tangan di petisi tersebut tiba-tiba turun drastis menjadi 15 ribuan.
Siti, yang kini masih mendekam di Rutan Pondok Bambu, mewanti-wanti pemerintah agar tidak terbelenggu dengan tekanan dunia dalam menghadapi pandemi covid-19. Dia berharap pemerintah bisa lebih tangguh serta mandiri dalam menuntaskan wabah corona, dan dia pun yakin negara bisa menghadapinya.
Berikut petikan wawancara Siti Fadilah Supari yang dilakukan melalui korespondensi:
Apakah Anda pernah menduga sebelumnya bakal ada wabah lain setelah flu burung mereda? Mengapa demikian?
Ya, saya sangat menduga bahwa pandemik akan terjadi setelah pandemik avian flu atau flu burung H5N1. Karena dalam pandemik Flu Burung saya berhasil menyimpulkan berdasarkan data data yang valid bahwa ada konspirasi di balik pandemik Flu Burung (yang saya tulis di buku "SDB").
Konspirasi utama yang harus ada adalah WHO dan konspirator lain adalah pihak-pihak industri farmasi yang akan menangguk keuntungan besar dari terjadinya pandemik.
Selama dua faktor itu masih merajai, maka pandemik tetap akan terjadi.
Apa yang menyebabkan dunia dilanda wabah virus, yang umumnya berkarakteristik flu symptoms secara beruntun?
Mengapa flu? Mengingat pandemik flu yang mematikan banyak orang pada 1918. Flu virus mudah menginfeksi manusia dan punya kemampuan menyebar atau menular, maka lembaga resmi dunia WHO dengan GISN-nya waktu itu melalui laboratorium CDC Atlanta meneliti virus flu dengan segala variannya sepanjang masa.
Apa yang membedakan situasi politik kesehatan dunia saat ini dengan masa wabah flu burung waktu lalu?
Politik kesehatan sangat berbeda. Dulu WHA (World Health Assembly) sangat berperan dalam keputusan WHO. Sekarang banyak organisasi kesehatan dunia yang lebih dominan. Dan tak pelak lagi organisasi-organisasi itu pasti memerlukan dana yang saya tidak tahu dari mana asalnya. Dan ternyata organisasi tersebut tidak ada gunanya ketika terjadi pandemi seperti ini.
Dulu WHO harus konsisten dengan aturan yang ada di IHR (Regulasi Kesehatan Dunia) 2005. Kami bisa protes kalau itu dilanggar. Sekarang IHR itu diubah tidak seperti dulu sehingga penetapan pandemik tidak transparan.
Mengapa pandemi saat ini tak terkendali dan berujung pada penyebaran masif hingga melumpuhkan dunia?
Saya heran China diam ketika ditetapkan sebagai PHEIC (Public Health Emergency of International Concern). Apakah betul virus berasal dari kelelawar yang menular ke manusia, dan kemudian menular dari manusia ke manusia. Baru sekarang dunia protes bahwa mereka dianggap tidak transparan.
Kalau virus tidak segera ditransparansikan maka bahayanya ya seperti sekarang. Penularan tidak bisa dideskripsikan dengan tepat. Sehingga sangat menakutkan.
Apalagi WHO menetapkan ini sebagai pandemik, maka terjadilah hal-hal yang menakutkan di dunia. Menurut saya WHO gagap tidak mampu menghadapi pandemi covid-19 ini.
Bagaimana Anda melihat ilmuwan di penjuru dunia kini berlomba mencari vaksin covid-19, termasuk di antaranya Bill Gates yang mengucurkan dana besar untuk memodali riset vaksin?
Vaksin belum diperlukan pada fase ini. Fase sekarang virusnya masih berubah-ubah, tidak akan bisa ditaklukkan dengan vaksin. Dunia tidak butuh vaksin saat ini, ya kecuali Bill Gates yang sangat concern terhadap vaksin, bahkan sejak pertemuan di Davos 2017 dia sudah mengimbau negara kaya untuk menyiapkan vaksin bila ada pandemik. Dan sekarang Bill gates [diberitakan] sudah mulai uji coba ke beberapa orang di suatu negara tertentu. Bill Gates juga [diberitakan] mengatakan untuk membuat vaksin paling cepat 18 bulan.
Saya tidak mencurigai Bill Gates. Tapi saya mempertanyakan Bill Gates pakai seed virus yang mana untuk membuat vaksin yang akan diuji coba ìtu? Padahal kata Bill Gates membuat vaksin itu membutuhkan waktu setidaknya 18 bulan [tapi sudah diberitakan Bill Gates mulai uji coba vaksin ke beberapa orang].
Kepada siapa Indonesia harus berpegang jika kelak dunia mengumumkan penemuan vaksin?
Vaksin itu dibuat dari virus yang dilemahkan. Kalau virus yang dilemahkan itu berasal dari China, misalnya, maka tidak cocok kalau dipakai di Indonesia. Karena vaksin akan memacu timbulnya antibodi yang sesuai dengan antigen (dari virus yang dilemahkan). Jadi dalam kasus ini kita akan kebal terhadap virus China. Lha kalau yang menyerang virus Indonesia, kita tetap tidak terlindung.
Jadi kita harus membuat vaksin sendiri dari virus strain kita sendiri.
Apa bisa? Pasti bisa, asal ada good will dari pemerintah. BPPT sudah mulai membuktikan bahwa kita bisa. Ya harus di-support penuh.
Tidak perlu vaksin dari luar walaupun diberi gratis.
Mengapa vaksinasi selalu diorientasikan sebagai ladang bisnis?
Ya pasti kalau sudah pandemi pasti WHO mengharuskan semua negara membeli vaksin. Barang yang harus dibeli dengan alasan keselamatan nyawa pasti akan menjadi komoditi dagang nomor satu.
Vaksin bikinan sendiri dengan seed virus varian Indonesia jauh lebih tepat, apalagi bisa dibikin dengan cara halal. Mafia-mafia internasional memaksa kita membeli vaksin (dari mana seed virus-nya kita tidak tahu) dengan dasar anjuran WHO.
Kalau kita tidak punya uang, World Bank siap memberi utang, tidak peduli utang kita semakin bertambah.
Bagaimana Anda melihat peran WHO di balik penanganan pandemi covid-19?
Sudah saya katakan WHO gagap tidak mengerti esensinya pandemik. Banyak hal yang dilakukannya menjadi blunder. Mestinya Indonesia memimpin negara-negara lain untuk menuntut pimpinan WHO mundur karena tidak mampu menyelamatkan umat manusia di dunia dari pandemik covid.
WHO menaksir "Virus ini akan bersama kita untuk waktu yang lama." Sementara pakar epidemiologi UGM memperkirakan, jika vaksin covid-19 tak ditemukan dalam waktu dekat, penerapan social distancing di Indonesia bisa memakan waktu sampai 2022. Bagaimana Anda membaca situasi ini?
Yang relevan bicara seed virus covid 19 strain Indonesia akan ditemukan adalah klinikus yang bekerja sama dengan virologist, Bukan epidemiologist. Seed virus bisa di temukan bila virus sudah stabil, artinya ketika pandemik mereda.
Physical distancing dalam rangka PSBB itu baik secara public health. Tetapi di mata klinikus lebih dulu harus dilakukan screening massif serentak, baru dilakukan PSBB.
Jadi pada saat kita dikurung se kecamatan atau se kabupaten, kelompok mana yang positif dan mana yang negatif jelas terpilah. Dengan demikian PSBB akan efektif. []