Desa Melawan, Ada Apa?

Desa Melawan, Ada Apa?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


Oleh:Himawan Sutanto

SEORANGK Desa bernama Taufik Guntur Romli di sebuah desa di Sukabumi memberikan surat terbuka kepada Presiden Jokowi yang kemudian viral di media sosial. Tidak lama, kepala desa di daerah Subang juga melakukan hal yang sama dengan video yang viral tentang surat terbukanya kepada Presiden Republik Indonesia.

Hal di atas menjadi menarik untuk dicermati. Sebab adanya wabah virus Corona (Covid-19) menjadi pandemik, seluruh masyarakat menjadi cemas dan waspada terhadap penyebarannya. Sebab pandemik virus tersebut juga dialami oleh warga seluruh dunia.

Adapun data terkini secara global telah mencapai lebih dari 2,9 juta pasien. Lebih dari 206.000 orang meninggal dunia, dan lebih dari 869.000 orang telah sembuh, demikian menurut hitungan Johns Hopkins University.

Di Indonesia, penularan virus corona terkonfirmasi sejak awal Maret 2020 dan kini sudah mencapai lebih dari 9.000 kasus. Penambahan kasus positif mulai melaju cepat sejak 6 April yakni sekitar 200-300 orang per hari dan sempat mencapai lebih dari 400 orang.

Sedangkan Kementerian Kesehatan mencatat penambahan kasus baru menurun, yakni 185 kasus positif. Namun pada Kamis 23 April 2020, penambahan kasus positif 357 pasien dan esok harinya bertambah 436 pasien.

Sedangkan pada Senin 27 April 2020, total kasus positif Covid-19 mencapai 9.096 kasus dengan jumlah kematian 765 orang dan sembuh 1.151 orang. Adapun data ini dirangkum data perkembangan di Indonesia berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan.

Kalau kita melihat data di atas sepertinya pertambahan peredarannya terus mengalami kenaikan. Bahkan Amerika Serikat memiliki jumlah pasien terbanyak yang menjadi korban virus tersebut.

Kebijakan Yang Membingungkan

Sepertinya kebijakan pemerintah tidak serta merta diterima oleh banyak Kepala Desa ataupun Kepala Daerah. Dikarenakan Kepala Desa merasa diadu domba sama warganya. Sebab pendataan yang selama ini dirapatkan oleh RT, RW berbeda dengan data yang dimiliki pemerintah pusat.

Karena data desa itu sangat penting dan dalam proses siapa yang perlu mendapat bantuan atau tidak. Sebab desa akan mampu membuat pemerintah desa untuk menyediakan bantuan terkait pandemik virus corona secara tepat.

Dalam video yang viral tersebut, sosiolog Imam Prasojo memberikan perhatiannya dengan menulis di media sosial yang isinya adalah "Pendataan Tak Jujur, Sumber Permasalahannya".

Imam Prasojo menegaskan bahwa ekspresi Kepala Desa adalah ekspresi wajah seperti itulah dan menjadi gambaran tepat bahwa "kesabaran itu ada batasnya".

Lebih jauh Imam mengatakan, dia terbayang Pak Kepala Desa ini dadanya bergejolak, bergemuruh, menahan kedongkolan luar biasa. Hikmah hidup di era revolusi informasi, seorang kepala desa yang berada di daerah terpencil sekalipun, dapat memuntahkan "uneg-uneg" di dadanya ke Bupati, Gubernur, atau bahkan Presiden. Semoga ini menjadi bagian positif bagaimana kontrol sosial dilakukan.

Karena apa yang diungkapkan Kepala Desa ini pasti mewakili begitu banyak orang yang melihat dan mengalami hal sama. Pertanyaannya kita harus tahu bagaimana cara memperbaiki kesemrawutan pendataan bantuan nantinya?

Sumbang saran itu baik dan semoga sumbang saran tak melebar ke kata-kata tak terkendali yang memancing emosi. Semoga kita dapat berpikir dingin untuk mencarikan solusi.

Kebijakan Yang Tumpang Tindih

Sepertinya pemerintah pusat justru gagap menghadapi virus corona yang 'terlambat' masuk Indonesia. Dalam sebulan sejak kasus pertama Covid-19 ditemukan di Indonesia yakni pada 2 Maret 2020 lalu, jumlah korban virus corona terus bertambah secara masif. Bahkan, tingkat kematian di Indonesia tertinggi di antara negara lain.

Tidak hanya pemerintah pusat, sejumlah kebijakan di pemerintah daerah juga sering kali tidak klop dalam mengeluarkan keputusan untuk menanggulangi virus corona. Bahkan, di lingkungan Istana pun mereka tak kompak mengeluarkan pernyataan soal virus mematikan itu.

Adapun data tentang virus corona pun sering kali berbeda antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dianggap kurang transparan. Belum lagi masalah hoaks bermunculan di dunia maya, yang semakin membuat masyarakat keder.

Wajarlah jika para Kepala Desa sepertinya melakukan perlawanan, sebab mereka tidak mau diadu domba dengan warganya. Apalagi dengan bantuan sembako dan penggunaan dana desa yang ada dengan kebijakan Kementerian Sosial dengan program PKH yang akan memberikan BLT.

Hal itulah yang membuat para Kepala Desa, Kepala Daerah terkesan marah terhadap pemerintah pusat. Karena ketenangan yang sudah ada janganlah dipenuhi dengan silang pendapat antara pemerintah pusat sendiri dan akan dipindah ke daerah atau desa.

Apakah perlawanan Kepala Desa akan terjadi? Kalau saja pemerintah memahami mekanisme kerja Kepala Desa harusnya diapresiasi, bukan dijadikan korban baru atas nama pencitraan. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita