Data Corona di Mata Jokowi: Dulu Bisa Bikin Panik, Kini Perlu Dibuka ke Publik

Data Corona di Mata Jokowi: Dulu Bisa Bikin Panik, Kini Perlu Dibuka ke Publik

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Di mata Presiden Joko Widodo (Jokowi), transparansi data terkait virus Corona mengandung akibat buruk, karena bisa membuat kepanikan warga. Tapi itu dulu. Kini, Jokowi menilai data Corona perlu dibuka ke publik.

Tepat sebulan lalu, yakni 13 Maret, Jokowi menjelaskan perihal sebab tidak dibukanya peta sebaran data terkait wabah COVID-19. Dia menjelaskan, data itu bersifat meresahkan.

"Sebetulnya kita inginnya menyampaikan tapi kita juga berhitung mengenai kepanikan dan keresahan di masyarakat, juga efek nantinya pada pasien apabila sembuh," kata Jokowi Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (13/3) lalu.

Data bisa bikin cemas masyarakat. Namun demikian, bukan berart pemerintah tidak memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini.

"Langkah-langkah serius telah kita ambil. Tapi di saat yang bersamaan kita tak ingin menciptakan rasa panik, keresahan di tengah masyarakat," ujar Jokowi.

Suara-suara meminta transparansi data Corona bergema. Suara itu bersumber dari kepala daerah, organisasi profesi, hingga pemerhati hak asasi manusia.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan HB X meminta Presiden Jokowi membuka data zona merah virus Corona. Namun, Sultan mengungkapkan pada saat itu, Senin (30/3), pemerintah tak mau menjawab permintaannya. Padahal data zona merah diperlukan DIY untuk mengantisipasi persebaran virus Corona dari kasus impor (imported case) luar daerah.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pada Rabu (1/4), ada beberapa langkah untuk mengendalikan penyebaran virus COVID-19. Yang pertama kali perlu dilakukan adalah transparansi terkait data pasien positif Corona. Konteksnya adalah soal social distancing terkait pelacakan pergerakan kasus COVID-19.

Dari aspek tenaga kesehatan, Sekretaris Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dyah Agustina mengaku tidak tahu secara pasti jumlah tenaga kesehatan yang jadi suspect dan positif COVID-19. Amnesty International Indonesia mendesak agar pemerintah lebih proaktif menyampaikan informasi perkembangan wabah ini tanpa melanggar hak-hak pasien. Organisasi pemerihati HAM ini memandang transparansi data diperlukan sebagai dasar langkah mitigasi penyebaran COVID-19.

Kini, pandangan Jokowi terhadap transparansi data Corona berubah. Melalui rapat terbatas bersama Gugus Tugas Penanganan COVID-19, dia meminta data informasi terkait virus Corona baru (COVID-19) terintegrasi dengan baik dan disampaikan ke publik secara transparan.

"Terbuka datanya sehingga semua orang bisa mengakses data ini dengan baik," kata Jokowi dalam ratas, disiarkan langsung Sekretariat Presiden, Senin (13/4/2020).

Informasi yang perlu dibuka ke publik itu terkait dengan data orang dalam pemantauan (ODP) hingga pasien positif COVID-19. Dia meminta jumlah ODP hingga pasien positif COVID-19 terdata dengan baik.

"Sehingga informasi itu semuanya ada, baik mengenai jumlah PDP di setiap daerah, jumlah yang positif, jumlah yang meninggal jumlah yang sembuh, semuanya menjadi jelas dan terdata dengan baik. Harusnya ini setiap hari bisa di-update dan lebih tepat," kata Jokowi.

Dia meminta data ODP, PDP, positif COVID-19, jumlah kematian, hingga jumlah kesembuhan bisa diakses ke publik. Apakah peta zona merah COVID-19 juga akan dibuka ke publik?
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita