GELORA.CO - Kritikan keras yang disampaikan Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar, atas rumitnya aturan dari para menterinya Joko Widodo dan tak kunjung turunnya dana bantuan langsung tunai (BLT) menunjukkan bahwa rakyat bawah sedang kelaparan.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS), Ubedilah Badrun, melihat fenomena para kepala daerah yang kerap kali memberikan kritik keras terhadap pemerintahan Jokowi.
"Apa yang disampaikan Bupati Boltim, Sehan Salim Landjar adalah ekspresi internal kritik di jajaran eksekutif lapis elit lokal (bupati)," ucap Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (28/4).
"Tetapi karena kritiknya tak kunjung menemukan solusi maka sang bupati tersebut mengekspresikannya di area publik," katanya menambahkan.
Apalagi kata Ubedilah, ekspresi kritik yang diutarakan bupati Boltim dilatarbelakangi aturan dari pada menterinya Jokowi saling berbenturan. Sehingga Bupati Boltim kebingungan untuk memberikan bantuan kepada warganya.
Tak hanya itu, terkait BLT yang tak kunjung turun dari pemerintah pusat pun juga menjadi dasar kritikan tersebut mencuat ke permukaan publik.
"Bupati diminta memberi informasi kepada warga bahwa warga yang sudah dapat BLT tidak dapat sembako, tetapi BLT tak kunjung datang juga. Bahkan banyak warga yang rela gak terima BLT asal segera dapat sembako yang sangat dibutuhkan dan juga muncul persoalan lainnya," jelas Ubedilah.
Kritikan tersebut menurut analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini merupakan hal yang wajar secara psikologi politik lantaran bupati Boltim atau kepala daerah lainnya berada pada posisi tertekan atas hajat masyarakatnya.
"Ia di tekan oleh harapan warganya, di saat yang sama ia juga ditekan oleh aturan pusat yang menurutnya penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan. Fenomena tersebut juga menunjukan betapa buruknya manajemen pemerintah pusat yang kurang sigap membuat juklak yang detail dan mudah dieksekusi oleh bupati," jelasnya.
Dengan demikian, Ubedilah hal tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat bawah sangat membutuhkan sembako. Apalagi di saat masa pandemik Covid-19 yang mengakibatkan rakyat kehilangan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Selain itu, fenomena itu juga menunjukan betapa masyarakat bawah memerlukan sembako. Itu ekspresi simbolik untuk menyatakan bahwa masyarakat bawah mulai lapar," terang Ubedilah.
Ubedilah berharap agar pemerintah pusat untuk segera mengantisipasi kemungkinan terburuk akibat gejolak kelaparan rakyatnya.
"Saya kira pemerintah pusat perlu menjelaskan hal tersebut secara clear dan segera mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuk dari gejolak kelaparan warga," tegas Ubedilah. (Rmol)