Beda Suara Luhut-Mahfud soal Larangan Mudik Dinilai Bikin Bingung Masyarakat

Beda Suara Luhut-Mahfud soal Larangan Mudik Dinilai Bikin Bingung Masyarakat

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kebijakan larangan mudik Presiden Jokowi sudah mulai berlaku sejak Jumat (24/7) lalu. Namun, implementasi larangan mudik dinilai menemui banyak hambatan. Sebab, pernyataan antar-menteri dan juga Presiden berbeda, membuat kebijakan larangan mudik menjadi multitafsir.  

Wakil Ketua Komisi V DPR Syarief Alkadrie menyoroti beda pernyataan pemerintah pusat yang membuat bingung masyarakat di bawah dalam implementasi larangan mudik.  

Beda suara Luhut dan Mahfud 

Pertama, antara Plt Menhub yang juga Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan dan Menko Polhukan Mahfud MD.  

Sebelumnya, Luhut selaku Plt Menhub menerbitkan Permenhub 25/2020 yang mengatur teknis larangan mudik. Di Permenhub tersebut, larangan mudik hanya berlaku untuk wilayah berstatus PSBB, zona merah, dan aglomerasi yang menerapkan PSBB.  

Namun, pada Sabtu (25/4) kemarin, Mahfud MD menyampaikan larangan mudik kini berlaku di seluruh Indonesia.  

"Kalau pemerintah itu mengumumkannya umum tidak boleh mudik, tidak ada (khusus wilayah) PSBB atau ada, itu yang diputuskan pemerintah," jelas Mahfud MD saat live streaming bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Sabtu (25/4). 

"Tapi intinya pemerintah itu bisa melarang di mana pun karena itu berlaku di seluruh Indonesia, bisa dilarang di mana pun, seluruh Indonesia," tegasnya. 

Syarief menilai pernyataan Mahfud ini membuat masyarakat bingung, mana yang harus dijadikan patokan. Apakah semua warga di Indonesia dilarang mudik atau hanya di wilayah PSBB atau zona merah dan aglomerasi, seperti yang tertera dalam Permenhub.  

"Ini di antara menteri kabinet berbeda-beda. Yang kasihan ini kan yang di bawah, masyarakat bingung. Pelaksana di bawah, termasuk polisi dan petugas pelaksana yang berkaitan dengan ini. Sementara ini Plt Menhub dan Menko Polhukamnya saja beda," ujar Syarief saat dihubungi, Minggu (26/4).  

Menurut dia, harusnya perbedaan pendapat antara menteri ini sudah diselesaikan saat rapat terbatas kabinet. Sehingga saat membuat pernyataan ke publik, segala perbedaan yang hanya membuat publik bingung sudah selesai.  

Anggota DPR Fraksi NasDem ini menilai, harusnya Presiden Jokowi menugaskan beberapa menteri yang harusnya menjadi panglima dalam masalah penanggulangan wabah corona. 

"Presiden harus kasih guidance yang jelas, siapa yang jadi panglima untuk mengomando ini. Misalnya yang harus di depan Menko PMK dan Menko Polhukam," ujar dia. 

Menko PMK karena bertanggung jawab untuk masalah bantuan sosial dan keagamaan karena terkait mudik Lebaran. Sementara Menko Polhukam terkait penegakan aturan.  

Kemudian, untuk pencegahan dan menangani wabah, leading sectornya adalah Menkes dan Kepala Gugus Tugas.  

"Sementara yang lain mendukung saja di belakang. Memberikan pertimbangan. Ini jangan berlarut," jelas dia.  

Pernyataan Mahfud soal larangan mudik hingga Desember 2020  

Mahfud kemudian menyebut bahwa larangan mudik bisa diperpanjang hingga Desember 2020. Menurut dia, hal ini bisa terjadi jika wabah corona masih belum terkendali. 

"(Soal) mudik lebaran, situasinya kalau perkembangan menghendaki, pergerakan orang dan barang bisa diperpanjang karena antisipasi pemerintah kan begini. Cuti Lebaran hari raya kan ditiadakan, nanti dipindahkan Desember. Antisipasi kita sampai Desember," kata Mahfud di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (25/4). 

Jika larangan mudik diperpanjang hingga Desember, maka definisi mudik Mahfud berbeda dengan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Dalam wawancara di acara Mata Najwa, Presiden Jokowi memberikan definisi berbeda antara mudik dan pulang kampung.  

Menurut Jokowi, mudik terjadi saat Lebaran sementara pulang kampung terjadi ketika seseorang sudah tak lagi memiliki pekerjaan di daerah tempatnya bekerja.  

"Mudik itu di hari lebarannya, beda. Kalau pulang kampung kan kerja di Jakarta anak istrinya di kampung," kata Jokowi kepada Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, Rabu (22/4).  

Demi mengakhiri kebingungan publik, Komisi V meminta Presiden Jokowi segera menunjuk beberapa menteri yang ditugaskan menyampaikan pernyataan. Sebab, menurut dia, sejak awal pandemi sudah banyak kebingungan yang terjadi karena pernyataan pejabat pusat yang berbeda-beda.  

"Kalau ini terus berlarut, ini akan mengganggu semuanya. Belum lagi masalah ekonomi akan berat lagi. Implikasinya berat," tutup Syarief. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita