Banggar DPR: Pemerintah Ugal-Ugalan Kelola APBN Untuk Covid-19

Banggar DPR: Pemerintah Ugal-Ugalan Kelola APBN Untuk Covid-19

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pemerintah dinilai ugal-ugalan dalam mengelola anggaran negara dengan alasan untuk penanganan pandemik virus corona baru atau Covid-19 di Indonesia.

Anggota Banggar DPR RI Sukamta menyatakan, bahwa banyak terjadi keanehan dalam anggaran perubahan berdasarkan Peraturan Presiden 54/2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian APBN TA 2020.

Awalnya, kata dia, APBN 2020 sejumlah Rp 2.540 trilliun kemudian terjadi penambahan belanja sebesar Rp 73 trilliun. Sehingga APBN menjadi Rp 2.613 trilliun.

“Gara-gara ugal-ugalan dalam pengelolaan keuangan negara terjadi peningkatan defisit APBN dari Rp 397 trilliun atau 1.76 persen dari PDB menjadi Rp 852 trilliun setara 5,07 persen dari PDB," ujar Sukamta kepada wartawan, Rabu (22/4).

"Defisit anggaran akan semakin besar bisa sampai 10-15 persen jika tidak ada penghematan dan terus terjadi penambahan belanja negara sementara penerimaan negara semakin menurun akibat krisis ekonomi,” dia menambahkan.

Menurutnya, kebijakan yang diambil oleh pemerintah selama ini untuk menutup defisit uang negara, adalah mengambil langkah untuk berutang.

“Padahal tahun ini saja pemerintah harus membayar cicilan pokok hutang luar negeri sebesar Rp 105 triliun,” bebernya.

Sukamta merinci pada awal APBN 2020 pembiayaan anggaran dari hutang sebesar Rp 351 trilliun membengkak 3 kali lipat menjadi Rp 1.006 trilliun.

Penambahan pembiayaan dari hutang membuat ruang fiskal Indonesia semakin terbatas ke depannya karena hutang semakin menumpuk akibatnya pemerintah akan kesulitan melakukan likuiditas.

Hutang yang semakin besar dan bertenor panjang, lanjut Sukamta, akan membebani generasi yang akan datang. Pemerintah Jokowi-Maruf yang menikmati belanjanya namun generasi anak cucu bangsa Indonesia yang menanggung pengembalian hutangnya.

“Parahnya lagi selama ini pemerintah tidak mampu menjelaskan bagaimana hutang ini dikelola untuk kegiatan modal produktif atau konsumtif karena tidak jelas alokasinya yang turun secara gelondongan. Utang menjadi modal produktif ataukah hanya konsumtif masih jadi pekerjaan rumah,” pungkasnya. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita