Anggota Komisi VI: Resesi Di Depan Mata, Puluhan BUMN Besar Terancam Bangkrut

Anggota Komisi VI: Resesi Di Depan Mata, Puluhan BUMN Besar Terancam Bangkrut

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kondisi ekonomi Indonesia ke depan diprediksi akan mengalami kontraksi yang cukup memprihatinkan. Tak hanya ekonomi secara nasional yang akan terdepresiasi, sejumlah BUMN besar bahkan dalam bayang-bayang kebangkrutan.

Resesi di depan mata dan akan dimulai saat masuk kuartal ke 2 tahun 2020. Produk Domestik Bruto (PDB) akan mulai negatif. Saat ini saja banyak demand turun, stok berlebih," kata anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto kepada wartawan, Jumat (17/4).

Saat ini saja, lanjut Darmadi, sejumlah BUMN dengan kepemilikan modal dan aset besar tengah dalam kondisi mengkhawatirkan.

"PLN akibat turun demand kuartal I, mereka kehilangan Rp 6,5 triliun. Ditambah lagi nilai tukar dolar AS yang setiap hari naik Rp 100 otomatis beban PLN naik Rp 1,2 triliun. Pertamina juga habis-habisan stok berlimpah, baik avtur, solar tapi enggak tersalurkan. Intinya, 80% dari 10 BUMN penyumbang laba terbesar akan mengalami kerugian," ungkap Bendahara Megawati Institute ini.

Ia memprediksi, kondisi akan semakin berat mulai kuartal ke 2 tahun ini. Ujungnya, dikhawatirkan akan ada banyak pihak yang rugi, termasuk 90 persen BUMN penyumbng laba 2019.

"Akibatnya BUMN dipastikan akan turun drastis keuntungannya selama 2020, hampir semua BUMN mengalami pukulan berat," sambungnya.

Dengan kondisi ini, menurutnya BUMN harus mulai menyetop bleeding, downsizing, hingga efisiensi dengan penghematan radikal. Memang tak bisa dipungkiri keberadaan BUMN saat ini menjadi driver perekonomian. Namun di sisi lain juga harus cari untung karena tuntutan Undang-Undang BUMN.

"Maka dibutuhkan radical thinking yang out of the box solution di saat-saat seperti ini. BUMN harus punya sense of crisis, rasa prihatin. Saya usulkan agar mau dipangkas gaji direksi dan komisaris BUMN yang besar-besar tersebut. Sehingga ada empati ke masyarakat," jelas Darmadi.

Rasa prihatin tersebut bisa diwujudkan dengan kebijakan pemangkasan gaji direksi dan komisaris BUMN yang terbilang cukup tinggi. Pemangkasan ini bahkan sudah dilakukan di beberapa negara terdampak Covid-19. Hal itu dinilai penting di tengah kondisi masyarakat yang tengah susah menghadapi pandemik virus Covid-19.

"Contohnya BUMN milik Singapura, Singapore Airline yang melakukan potong gaji 25%, dan banyak contoh lainnya yang mestinya ditiru. Ini kok direksi dan komisaris BUMN kita enggak kelihatan sense of crisis-nya, asyik-asyik saja seolah enggak terjadi apa-apa di negara ini," sindirnya.

Lebih lanjut, Darmadi juga mempertanyakan sikap menteri BUMN, Erick Thohir yang tidak segarang saat urusi kasus-kasus yang melibatkan sejumlah direksi BUMN beberapa waktu lalu, seperti kasus Garuda dan Jiwasraya.

"Menteri dikenal speed-nya tinggi. Ini kok jadi speed-nya berkurang soal ini," tandasnya. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita