GELORA.CO - Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo) mencabut stempel "Disinformasi" terkait laporan yang diklarifikasi pada (15/3/2020) lalu, yang menyebut bahwa Klorokuin dapat menyembuhkan Covid-19.
Pasalnya, Kementerian Kominfo telah mendapat informasi terbaru pada (16/3/2020) yang menyatakan bahwa Klorokuin (Chloroquine) direkomendasikan untuk menjadi bagian dalam proses penyembuhan Covid-19.
Obat tersebut telah melewati uji klinis terhadap 100 pasien di 10 rumah sakit di China sebagaimana dihimpun KompasTekno dari laman resmi kominfo.go.id, Sabtu (21/3/2020).
Presiden Joko Widodo pada Jumat (20/3/2020) malam menyebutkan bahwa pemerintah sudah menyiapkan dua obat yang diyakini ampuh untuk menyembuhkan pasien Covid-19, yaitu Avigan dan Klorokuin.
Obat avigan telah didatangkan sebanyak 5.000 butir. Pemerintah juga tengah memesan 2 juta butir obat tersebut. Sementara itu, obat klorokuin sudah disiapkan sebanyak 3 juta butir.
"Obat ini sudah dicoba oleh satu, dua, tiga negara, dan memberikan kesembuhan," kata Presiden Jokowi lewat siaran live streaming di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (20/3/2020).
Sebelumnya, pada Senin (9/3/2020) lalu, sempat beredar pesan suara WhatsApp yang berisi informasi terkait obat anti-malaria chloroquine phosphate, yang diklaim dapat
menyembuhkan virus corona.
Tidak hanya penjelasan melalui pesan suara, informasi juga dilengkapi dengan foto sekotak tablet chloroquine phosphate.
Oknum penyebar pesan suara tersebut juga menngatakan bahwa para dokter merekomendasikan untuk mengonsumsi 500 mg chloroquine phosphate selama delapan hari, dan mengklaim dapat menjadi obat virus corona.
"Chloroquine mampu melawan dan mengalahkan virus corona. Bergegaslah ke apotek dan dapatkan chloroquine, karena tidak ada yang tahu kapan ada orang yang terkontaminasi virus corona," ujar oknum itu.
Ia menjelaskan, pengobatan harus delapan hari dengan mengonsumsi 500 mg chloroquine dan pasien akan sepenuhnya sembuh dari infeksi virus corona.
Pesan itu pun sempat dibantah oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengungkapkan bahwa narasi tersebut dinilai menyesatkan. Chloroquine masih digunakan di Afrika Selatan, tetapi tidak direkomendasikan sebagai pengobatan utama untuk malaria, karena resistensi yang tinggi.(kompas)