Oleh: Dr. Ahmad Yani, SH. MH.
MANUSIA abad 21 sedang diuji. Demikianlah potongan catatan yang saya baca beberapa waktu lalu. Terlebih lagi umat Islam, Ka'bah tempat menunaikan ibadah haji telah ditutup.
Masjid di Indonesia sudah mulai kosong, Ulama tanggap menghadapi penyebaran wabah ini. MUI menyatakan sebaiknya daerah yang terkena wabah meniadakan Salat Jumat untuk sementara waktu sampai wabah ini berhenti.
Tetapi akses publik untuk keluar masuk wilayah masih terbuka. Potensi penyebaran antara wilayah besar, karena pemerintah tidak se-tanggap ulama menghadapi wabah ini.
Ruang publik bagi kelas menengah masih terbuka, mall, kafe dan tempat-tempat rekreasi lainnya. Di semua daerah belum ada yang ditutup. Namun jumat sebagai media untuk ibadah umat sudah ditiadakan untuk sementara.
Kenapa masjid lebih mengerti sains daripada negara?
Sains dan Agama tidak pernah berbenturan. Karena itu ulama lebih luas berpikirnya daripada negara. Negara hanya berpikir bagaimana meloloskan utang ke IMF, bagaimana memberikan karpet merah kepada investor, bagaimana memuluskan ambisinya.
Ulama memikirkan bagaimana nasib umat dan manusia, sementara pemerintah hanya ingin menyelamatkan ekonomi dan ambisinya. Kini kepanikan itu sudah meliputi seluruh Wilayah NKRI.
Dalam waktu yang singkat, wabah Covid-19 menyebar ke seluruh Indonesia. Hampir setiap daerah panik. Beberapa daerah mengambil langkah lockdown sendiri-sendiri, namun dianulir lagi oleh pusat. Memang karantina - lockdown - kesewenangan pemerintah pusat.
Penyakit yang sumbernya dari Wuhan, ibukota Provinsi Hubei, di China itu, benar-benar menjadi wabah yang membuat panik seluruh dunia. Ini bala abad 21.
Kepanikan kian meningkat, setelah 720.117 terinfeksi, 33.925 meninggal, dan 149.082 pasien dinyatakan sembuh. Di Indonesia sendiri sudah 1.414 kassus yang meninggal 122, orang yang sembuh 75 orang.
Dari data ini terlihat bahwa bencana ini sedang mengepung dunia dan Indonesia kini menjadi menjadi sasaran selanjutnya setelah China, Iran dan Italia.
Meski bersumber dari China, penyebarannya di seluruh Wilayah di China tidak terjadi seperti di Indonesia. Kenapa Indonesia sedemikian cepat menyebar?
Pemerintah Indonesia menganggap virus ini tidak penting dan candaan yang tidak lucu, yang penting bagi mereka adalah ekonomi. Takalah negara-negara lain melakukan lockdown, bahkan Presiden Filipina mengambil tindak tegas memecat pejabat yg meloloskan orang dan tenaga kerja asal China masuk Filipina.
Kita justru sebaliknya, memberikan karpet merah buat datangnya TKA asal China, bahkan dengan jumawahnya menteri segala urusan LBP membalas dengan tetap akan membuka pintu lebar bagi TKA asal China, ini semua untuk ekonomi. Ironis memang, seharusnya nyawa rakyat yg menjadi prioriatas utama.
Seandainya kalau terjadi karantina kesehatan, dengan melakukan lockdown beberapa daerah yang sudah masuk zona "darurat" seperti Jakarta, maka penyebaran virus ini bisa diatasi.
Tetapi tak terbayangkan, ditengah kepanikan yang luar biasa, seorang menteri berkata: "persiapan ibukota jalan terus". Rakyat menjerit karena tidak bisa lagi cari makan, melakukan isolasi mandiri, negara tidak peduli.
Kalau negara melakukan lockdown wilayah maka negara bertanggung jawab untuk ketersediaan kebutuhan dasar warga. Namun untuk menghindari itu pemerintah enggan melakukan karantina kesehatan dan seakan-akan membiarkan rakyat mati sendiri dengan wabah ini.
Orang miskin tentu yang paling menderita. Ini adalah puncak kejahatan negara terhadap rakyatnya. Siapa yang kuat akan bertahan. Negara hanya menjadi "monster".
Kegagapan pemerintah pusat berbanding terbalik dengan ketanggapan pemerintah DKI Jakarta. Anies Baswedan melakukan banyak upaya, hingga opsi lockdown mengemuka di Jakarta untuk menghentikan keluar masuknya virus.
Sekali lagi Buzzer istana dan Menteri membully dan mengecam. Nyawa warga negara terancam.
Pemerintah Pusat awalnya tidak setuju atas ketanggapan Pemda DKI Jakarta dalam mengambil tindakan dan langkah terencana dan terukur dalam rangka untuk memutus mata rantai pencebaran Virus Covid - 19 dengan langkah pemungkas karantina wilayah “lockdown” untuk menyelamatkan rakyatnya atau warganya.
Keputusan cepat dan tepat yang diambil Anies, diikuti oleh Gubernur Papua dan beberapa Gubernur lainnya serta Bupati dan walikota. Dan akhirnya Pemerintah Pusat mempersilahkan masing-masing daerah untuk memutuskan untuk melakukan karantina wilayah
Sumber penyakit ini berasal dari kelas menengah ke atas, yang melakukan interaksi antar negara dan wilayah di Indonesia. Penyebarannya bukan dari rakyat kecil.
Artinya penyakit ini dari orang berkecukupan, namun menghantam dan membunuh orang-orang miskin. Sebab dampaknya bagi ekonomi masyarakat kecil sangat besar.
Orang-orang mapan memang tidak terlalu pusing. Untuk menyelamatkan diri mereka bisa apa saja, termasuk mengorbankan rakyat kecil.
Tetapi disinilah kita dapat melihat kekuasaan itu bekerja. Untuk siapakah ia bekerja? Ambisinya sendiri? Atau untuk oligarki ekonomi?
Kewajiban negara melindungi rakyat Indonesia. UUD 1945 dalam pembukaannya menyatakan:
"Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial..."
Bunyi pembukaan UUD ini sangat jelas bahwa pemerintahan itu dibentuk untuk melindungi segenap bangsa dan rakyat!.
Tapi kenapa ketika rakyat butuh perlindungan dari wabah ini negara tidak hadir?
Inilah masalah kita hari ini, pemerintahan yang buruk, pengelolaan negara dipercayakan pada orang yang tidak punya nurani melindungi warga negaranya.
Maka jangan heran bahwa bala dan bencana akan menjadi konsumsi sehari-hari kalau kekuasaan yang modelnya seperti ini masih berkuasa.
Pemerintahan yang buruk Sumber Malapetaka
Hukum dijalankan oleh pemerintah, kebijakan penting dinegara dikendalikan oleh pemerintah, polisi, tentara dan seluruh kekuatan dibawah komando kekuasaan.
Apabila semua itu dipegang oleh orang yang salah maka akan menjadi malapetaka yang hebat. Sebab kekuasaan menjadi sumber kejahatan, dan sumber dari segala sumber kehancuran.
Dalam sejarah, kekuasaan yang demikian itu hancur bersama dengan ambisinya. Namruz dan Firaun adalah sebagian kecil dari contoh penguasa lalim itu. Penguasa dzolim yang diabadikan dalam al-Quran. Kezaliman mereka membuat Allah Murka Allah.
Bermula dari merasa diri paling berkuasa, berujung pada pengerahan tentara Allah berupa makhluk dan wabah untuk memberikan peringatan bagi mereka.
Namruz menganggap diri tuhan. Lalu menyuruh semua orang menganggap dia Tuhan. Namun Ibrahim as. menolak itu. Hukuman bagi Ibrahim as. diselenggarakan dengan keji. Namun Allah segera mendatangkan bala tentaranya untuk menghancurkan Namruz dan orang-orangnya.
Hanya sekecil nyamuk yang menyebar di kekuasaan Namruz ia dan kekuasaan serta ambisinya hancur dan terhina.
Firaun adalah bentuk kedua dari kekuasaan yang diktator itu. Ia merasa paling berkuasa, dan mendeklarasikan diri "ana rabbukumul a'la". Kemudian menolak risalah yang disampaikan oleh Musa AS.
Firaun terlalu nekat menyatakan diri paling berkuasa dengan menindas Rakyatnya. Hingga Allah menurunkan wabah. Kekeringan dan kelaparan menghinggapi kehidupan rakyatnya, namun Firaun masih sombong.
Bagi Firaun dan pengikutnya menganggap bahwa paceklik itu di bawa oleh Nabi Musa. Tuduhan yang serius itu membuat Firaun dengan segala kekuasaannya dan pengikutnya makin sombong.
Allah Swt. melanjutkan azab-Nya dengan banjir sehingga membuat lahan di Mesir terkikis. Hingga penyikut Firaun merasa tidak memiliki apa-apa, hingga menyuruh Nabi Musa AS untuk mendoakan mereka untuk menghilangkan azab itu, dengan janji mereka akan beriman.
Nabi Musa mendoakan mereka dan Allah mengijabah doa itu. Azab itu hilang seketika. Namun mereka ingkar janji. Mereka tak beriman kepada Musa as. dan risalahnya.
Kini azab kembali datang ke tengah mereka. Allah mengirimkan sekawanan belalang yang kemudian memakan habis tanaman. Mereka kembali kepada Musa AS dan meminta untuk didoakan sehingga azab itu diangkat oleh Allah.
Musa kembali berdoa dan Allah mengijabahnya. Namun mereka tetap ingkar janji. Mereka dikirim wabah penyakit kutu. Seluruh Mesir dilanda wabah itu.
Berulang-ulang mereka ditimpa wabah, berulang ulang mereka ingkar dan Allah menurunkan azab berupa katak. Mesir dipenuhi katak. Hingga sampai sungai Nil menjadi darah dan bau anyir yang menyengat.
Contoh itu merupakan contoh kekuasaan dan pemerintahan yang buruk. Dengan dukungan kelompok atau pengikutnya yang menolak kebenaran dan kenyataan. Mereka mendapatkan kepedihan azab Allah namun mereka tidak pernah bertobat.
Dalam kondisi seperti itu, mereka mengharapkan ulama, tetapi setelah ulama memberikan nasehat dan bimbingan, mereka meninggalkan ulama dan bahkan mengkriminalisasinya. Begitulah Allah selalu memutar sejarah itu.
Namun kesadaran bagi penguasa dzalim tidak akan pernah tiba. Karena mereka menolak kebenaran azab ini. Seandainya Namruz atau Firaun menerima kebenaran dan tobat pasti azab itu akan berlalu.
Karena itu, ditengah wabah ini kita perlu tobat bersama, karena wabah ini sebagai orang yang beriman patut kita pelajari sebagai azab. Ulama telah menangkap pesan itu, sehingga mengeluarkan fatwa untuk melindungi umat Islam.
Sementara kekuasaan masih ingkar dan tidak mau melihat ini sebagai teguran akibat kelalaiannya dalam mengurus urusan rakyat.
Perlu ada tobat Nasional. Tobat Nasional itu bisa berupa:
Pertama, meminta kekuasaan untuk berhati besar meletakkan kekuasaan dan memberikan kepada yang lebih pantas. Baik itu menteri atau Mereka yang punya kekuasaan bahkan hingga pucuk pimpinan, bila sudah tidak mampu lagi melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Supaya bangsa ini keluar dari keterpurukan.
Kedua, tobat Nasional ini adalah mengajak pemerintah untuk bertindak konstitusional dalam rangka melindungi rakyat Indonesia, baik dari pendemi covid-19 maupun dari wabah kelaparan dan wabah ekonomi yang kian hari menekan Indonesia.
Ketiga, tobat Nasional adalah meminta ulama dan tokoh umat serta kita semua untuk mengajak rakyat Indonesia kembali kepada Allah dan Rasul-nya dengan membumikan ajaran Islam dalam kehidupan sosial, individu, dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga kita bisa mencapai negara yang Baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
Hanya dengan inilah kita dapat mengatasi berbagai problem nasional kita hari ini.
Wallahualam bis shawab.(*)