GELORA.CO - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain yakin seandainya pemerintah berani dan tegas menerapkan Lockdown wilayah untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona sesuai dengan UU Tahun 2018, masyarakat akan taat.
Pernyataan Tengku untuk merespon sikap pemerintah yang ditulis oleh media dengan judul "Pemerintah Nilai Lonjakan Kasus Corona karena Warga Tidak Patuh Instruksi." Dalam berita yang dikutip oleh Tengku menyebutkan salah satu instruksi pemerintah yaitu agar masyarakat disiplin menerapkan social distancing untuk menghambat penyebaran corona.
"Masalahnya mau "lock down" tapi tidak berani kucurkan uang. Terus rakyat yang stay at home makan apa...?" kata Tengku dalam akun Twitter.
Dorongan agar pemerintah memberlakukan Lockdown juga disuarakan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Menurut Fadli Zon jika kebijakan ini tidak diambil, virus corona akan memakan korban lebih banyak lagi dari sekarang.
"Surat terbuka untuk Presiden @jokowi: MENUNDA Lockdown, MEMPERBANYAK KORBAN," demikian tweet Fadli Zon tanggal 23 Maret lalu.
Kebijakan Lockdown sejak beberapa pekan lalu menjadi perdebatan. Bagi pemerintah pusat, Lockdown belumlah jadi opsi dan kecil kemungkinan hal itu dipilih.
Pada pertengahan Maret lalu, dalam laporan AKURAT.CO, Presiden Joko Widodo menegaskan semua kebijakan, baik tingkat pusat maupun daerah, harus ditelaah secara mendalam. Tujuannya supaya efektif dalam menyelesaikan masalah dan tidak semakin memperburuk keadaan.
Kebijakan Lockdown, level nasional maupun daerah, merupakan kebijakan pemerintah pusat. “Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh Pemerintah Daerah dan sampai saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan Lockdown,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, ketika itu.
Bagi pemerintah pusat dalam keadaan sekarang yang paling penting untuk dilakukan yaitu mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat yang lain, menjaga jarak, dan mengurangi kerumunan orang yang membawa risiko lebih besar pada penyebaran Covid-19.
Tetapi melihat perkembangan penyebaran virus sudah sampai ke daerah-daerah, secara bertahap pemerintah lokal mulai menerapkan pembatasan akses masuk dan keluar daerah mereka. Perkembangan ini direspon pemerintah pusat dengan menyiapkan peraturan pemerintah tentang Karantina kewilayahan. Pemerintah menekankan konsep Karantina kewilayahan berbeda dengan Lockdown.
“Nanti secepatnya sesudah itu keputusan akan diambil satu daerah boleh melakukan Karantina wilayah atau tidak,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam situs polkam.go.id.
Namun, Mahfud menegaskan bahwa di antara yang akan dibatasi tentu saja tidak boleh ada penutupan jalur lalu lintas terhadap mobil atau kapal yang membawa bahan pokok karena itu menyangkut kebutuhan pokok. Kemudian, toko-toko, warung-warung dan supermarket yang diperlukan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari juga tidak bisa ditutup, tidak bisa dilarang untuk dikunjungi, tetapi tetap akan dalam pengawasan yang ketat oleh pemerintah.
“Menurut UU harus ada PP, karena begitu kita melarang, Anda lihat di masyarakat sendirikan ada yang setuju, ada yang tidak. Menurut Pasal 10 UU Nomor 6 Tahun 2018 harus diatur dengan peraturan pemerintah, tidak lama juga, dan sekarang langkah-langkah yang sifatnya kebijakan untuk membatasi gerak itu, misalnya harus bekerja di rumah, tidak boleh berkerumun, kan sudah ditegakkan aturan-aturan itu. Nanti kalau kita langsung iya, melanggar UU namanya, bisa digugat juga ke pengadilan karena di masyarakat pun seperti Anda sendiri, di wartawan juga beda-bedakan menanggapi itu, tidak sama,” kata Mahfud.
“Oleh sebab itu harus ada yang mengatur. Siapa yang mengatur itu? Peraturan Pemerintah. Kita akan berusaha secepatnya, terus sekarang langkah-langkah yang sifatnya kebijakan kasuistis sudah dilakukan oleh pemerintah daerah karena kita sudah melakukan Teleconference untuk mengoordinasikan itu,” Mahfud menambahkan. []