GELORA.CO -Beberapa hari lalu, publik dibuat heran dengan tim petugas kesehatan dari RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya, Jawa Barat yang menggunakan jas hujan saat menjemput pasien dalam pengawasan (PDP) karena mengaku tidak memiliki baju hazmat.
Alhasil, publik semakin mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menangani wabah virus corona baru (Covid-19), di mana saat ini jumlah kasus di Indonesia sudah mencapai 27 orang.
Walaupun Kementerian Kesehatan mengungkapkan stok baju hazmat di Indonesia masih banyak. Namun, sebuah laporan dari media asing menyatakan, rumah sakit-rumah sakit di Indonesia khawatir dengan kurangnya stok alat pelindung diri tersebut.
Kekhawatiran yang besar sendiri dirasakan oleh para rumah sakit yang bukan menjadi rujukan pasien corona.
Saat ini, total rumah sakit di seluruh Indonesia ada 2.800, namun tidak semua rumah sakit memiliki peralatan yang lengkap untuk menangani pasien corona. Terlebih prioritas pemerintah saat ini hanya 132 rumah sakit rujukan.
Misalnya saja Rumah Sakit Dr Zubir Mahmud di Aceh. Direktur Fasilitas Kesehatan Umum rumah sakit tersebut, Dr Edi Gunawan mengungkapkan stok masker bedah di sana sudah menipis. Selain masker, mereka juga tidak memiliki baju hazmat, kacamata, dan pemindai suhu.
"Kami telah meminta masker kepada pemasok kami, tetapi mereka meminta maaf dan mengatakan mereka juga tidak memiliki stok," katanya kepada CNA.
Di Provinsi Aceh yang memiliki penduduk sekitar 5,2 juta orang, hanya dua rumah sakit yang ditunjuk sebagai rujukan pasien corona.
Kendati begitu, Edi mengungkapkan, pemerintah tidak boleh mengabaikan rumah sakit lain yang bukan menjadi rujukan. Karena ketika rumah sakit tersebut mendapatkan pasien corona, mereka tidak boleh menolaknya dan harus siap untuk memberikan perawatan dasar.
“Pemerintah seharusnya tidak hanya memberikan bantuan dan peralatan ke rumah sakit rujukan. Rumah sakit lain tidak diperbolehkan menolak pasien. Jika staf kami tidak memiliki peralatan pelindung yang memadai untuk menangani pasien yang dicurigai, mereka akan takut dan panik juga," ungkapnya.
Selain rumah sakit non-rujukan pasien corona, rumah sakit rujukan juga ternyata punya kekhawatiran yang kurang lebih sama.
Rumah Sakit Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat, misalnya. Sebagai rumah sakit yang sudah berpengalaman dalam menangani penyakit menular seperti flu burung dan MERS, RS Gunung Jati tetap masih memiliki kekhawatiran.
Dikatakan oleh Direkturnya, Dr. Ismail Jamalludin, mereka sudah kehabisan kacamata pelindung dan hanya memiliki enam tempat tidur di ruang isolasi.
Demikian pula dengan Kepala Penyakit Infeksi di Rumah Sakit Dr Saiful Anwar, Dr Didi Candradikusuma. Didi mengatakan mereka memiliki keterbatasan stok baju hazmat.
"Untuk peralatan umum seperti sarung tangan dan masker yang kami gunakan secara rutin, persediaan kami harus mencukupi untuk empat bulan ke depan," kata Didi kepada CNA.
Untuk mengatasi kekhawatiran para rumah sakit, setiap rumah sakit tersebut mengaku telah mengirim pemberitahuan kepada departemen kesehatan dan provinsi terkait.
Sementara menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit di Indonesia, Lia Partakusuma, rumah sakit non-rujukan lebih baik mempersiapkan diri dengan tidak menunggu bantuan dari pemerintah.
“Rumah sakit non-rujukan lainnya diminta untuk mempersiapkan diri dan tidak menunggu bantuan dari kementerian. Memang benar bahwa tidak setiap rumah sakit memiliki cukup alat pelindung. Kami mencoba memberi tahu mereka di mana harus membeli peralatan, sementara kementerian memasok stoknya ke rumah sakit rujukan, ”kata Lia.
Selain itu, Lia juga mengatakan tidak setiap pasien dengan gejala corona harus dirawat. Rumah sakit bisa mengedukasi pasien untuk mengkarantina diri di rumah.
Untuk itu, Lia mengungkapkan, setiap rumah sakit di Indonesia harus siap menangani pasien corona.
“Kami telah memberi tahu setiap rumah sakit, apakah Anda rumah sakit rujukan atau tidak, Anda harus siap. Dan jika rumah sakit rujukan penuh, Anda harus menerima pasien (corona)," katanya. (Rmol)