GELORA.CO - Nama Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok yang menjadi salah satu kandidat Ketua Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) menuai pro-kontra. Ada suara dukungan, ada pula yang menolak.
Suara penolakan awalnya datang dari Mujahid 212. Mujahid 212 menolak pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur dan menolak Ahok menjadi Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara.
Kami butuh sampaikan statement bahwa apabila DPR RI sebagai wakil rakyat menyetujui kepindahan ibu kota negara ini, dan sebagai calon kepala daerahnya adalah Ahok, maka kami katakan dan nyatakan secara tegas, kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah, Ahok perlu kejelasan hukum atas masa lalunya selaku wagub dan gubernur DKI periode sebelum Anies (referensi laporan Ahok oleh Marwan Batubara ke KPK maupun statement lewat media termasuk orasi-orasi ke publik)," ujar Damai Hari Lubis kepada wartawan, Kamis (5/3/2020).
Partai-partai di DPR pun punya suara beragam. Seperti apa?
PDIP
PDIP sebagai tempat Ahok bernaung membela kadernya itu. PDIP menilai wajar apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Ahok sebagai Kepala Badan Otoritas IKN karena pernah bekerja sama sewaktu di Pemprov DKI Jakarta.
"Karena kita ini bergerak pada negara hukum ya bicara kan, pertama, harus aspek legalitas formalnya lengkap toh. Kedua, kita bicara tentang kompetensi orang. Kalau kita mau tugaskan seseorang untuk mengerjakan sesuatu kan harus dilihat dari sisi kompetensi, kemudian kapasitas, kapabilitasnya. Itu kan harus dihitung," kata Ketua DPP PDIP Komarudin Watubun kepada wartawan, Kamis (5/3/2020).
Komarudin meyakini Jokowi akan menunjuk orang untuk ditempatkan menjadi Kepala Badan Otoritas IKN yang sesuai dengan pemikirannya. Dia pun menyakini Jokowi memiliki catatan bagaimana kinerja Ahok.
"Nah kalau dia menentukan Ahok atau bukan Ahok, siapa saja Presiden tentukan kan pasti berdasarkan pada argumentasi dasar itu (berdasarkan aturan dan kompetensi). Apalagi, karena Ahok, mereka berdua sama-sama memimpin Jakarta, pasti Presiden punya catatan kan," papar Komarudin.
"Jadi kalau kemudian Presiden menunjuk Ahok, ya, itu wajar saja, dan itu hak prerogatif presiden mau menentukan siapa. Selama ditentukan tidak melanggar aturan, apa salahnya kalau Ahok dia tunjuk? Tidak ada yang salah di situ," lanjutnya.
Partai NasDem
Partai NasDem menegaskan Mujahid 212 tidak memiliki kewenangan untuk menolak eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara (IKN). Partai NasDem mengatakan penunjukkan Kepala Badan Otoritas IKN murni hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ya aspirasi boleh saja sebagai sebuah aspirasi. Tapi kalau mereka menolak, mengapakan, itu, ya, dia mereka nggak punya kewenangan, nggak ada urusannya. Tapi sebagai sebuah aspirasi nggak ada masalah," kata Ketua DPP NasDem Saan Mustopa kepada wartawan, Jumat (6/3/2020).
Mujahid 212 menolak Ahok karena rekam jejaknya selama di Pemprov DKI. Saan sendiri menilai Ahok tidak memiliki masalah saat menata Jakarta.
"Kalau mereka mengatakan soal rekam jejak, ya, rekam jejak Ahok kan relatif tak ada masalah dalam menata kota, ya," jelasnya.
PKB
PKB menanggapi penolakan Mujahid 212 terhadap Ahok. PKB bahkan menyebut keduanya berjodoh.
"Jodoh banget 212 dengan Ahok ya. Tidak pernah selesai dan langgeng urusannya. Tapi dengan kondisi yang agak prihatin sekarang ini, mari kita bergandeng tangan untuk bersama membangun Indonesia," kata Ketua DPP PKB Daniel Johan kepada wartawan, Jumat (6/3/2020).
Daniel juga mengatakan baik Ahok maupun Mujahid 212 sama bersaudara. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu ingin kedua pihak rukun.
"Semua Bersaudara, kita lahir di tanah yang sama, makan minum dari air yang sama yakni Tanah Air Indonesia," jelasnya.
PPP
PPP menilai wajar bila ada pihak yang menolak Ahok menjadi Kepala Badan Otorita IKN. Namun, ditegaskan juga bahwa banyak yang mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Tentu wajar kalau kemudian ada yang keberatan misalnya Pak Ahok untuk jadi Kepala Badan Otorita. Tapi kan ada juga yang mendukung," kata Sekjen PPP Arsul Sani di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Arsul menyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mempertimbangkan secara matang siapa yang pantas menduduki kursi Kepala Badan Otorita IKN. Wakil Ketua MPR RI itu juga menyakini Jokowi akan mempertimbangkan pendapat-pendapat yang berkembang di masyarakat.
"Tetapi, biasanya Presiden juga menggunakan kesempatan berkembangnya, katakan lah pendapat baik yang pro maupun yang kontra di media itu sebagai bahan juga di dalam mengambil keputusan," terang Arsul.
"Nah semua, saya yakin akan dipertimbangkan oleh Presiden, dan tentu ya partai-partai koalisi yang ada di dalam pemerintahan. Malau nanti Presiden minta pendapat juga kita akan sampaikan pendapat, gitu," imbuhnya.
Partai Demokrat
Partai Demokrat berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk tokoh yang bisa diterima oleh seluruh masyarakat untuk menduduki jabatan tersebut.
"Yang itu kan menjadi domainnya Presiden untuk menetapkan, menentukan siapa. Tapi sebaiknya yang menjadi pilihan adalah tokoh yang tentu ini bisa diterima oleh semua pihak," kata Ketua DPP PD Herman Khaeron, Jumat (6/3/2020).
Ada empat kandidat yang dinilai bisa mengemban jabatan Kepala Badan Otoritas IKN. Selain Ahok, ada juga nama Bambang Brodjonegoro, Tumiyana, dan Azwar Anas.
Namun Herman enggan menilai kompetensi dari empat kandidat tersebut. Mantan Ketua Komisi II DPR RI itu hanya menekankan bahwa Jokowi harus menunjuk tokoh yang memiliki integritas.
"Ya tadi, saya kira yang pantes itu yang memiliki kualifikasi cukup, kemudian integritasnya tinggi, dan tentu bisa diterima oleh seluruh masyarakat. Itu kan syarat-syarat yang umum sebetulnya, menjadi pemimpin yang bisa diterima dipublik," terang Herman.(dtk)