GELORA.CO - Rakyat Indonesia ditengah wabah virus corona atau Covid-19 dinilai membutuhkan pemimpin yang mampu bertindak secara cepat dan tepat saat menghadapi Covid-19 di Indonesia.
Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (CESPELS), Ubedilah Badrun mengatakan, penyebaran Covid-19 di Indonesia sulit diprediksi.
Apalagi, pemerintah baru hanya melakukan tes deteksi Covid-19 sekitar 1500 orang dari 267 juta penduduk Indonesia. Sementara, jumlah yang terkena Covid-19 meningkat hingga 100 persen dalam satu pekan.
Ubedilah menilai, pemerintah saat ini tinggal memilih untuk mengatasi problem ekonomi ataupun lebih memprioritaskan penyelamatan nyawa jutaan rakyat.
"Sebenarnya rezim saat ini tinggal memilih diantara atasi problem ekonomi (anjloknya nilai rupiah dan indeks harga saham) atau menyelamatkan nyawa jutaan rakyat?," ucap Ubedilah, Kamis (19/3).
Jika lebih mengutamakan keselamatan rakyatnya, Presiden Jokowi diharapkan untuk menghentikan perdagangan saham ataupun pembangunan infrastruktur jika tidak menginginkan melakukan lockdown.
"Hentikan perdagangan saham, hentikan pembangunan infrastruktur atau lockdown?. Pada titik ini bukan waktunya lagi terlalu lamban atas nama kehati-hatian, tetapi dibutuhkan kebijakan yang berani untuk mengambil resiko dari dua pilihan," tegasnya.
Bahkan, Ubedilah pun mengkritik pernyataan Juru Bicara (Jubir) Presiden, Fazrul Rachman yang menyebut mengambil keputusan harus hati-hati.
"Jadi pernyataan jubir Fazrul Rachman itu pernyataan ilmu manajemen 15 tahun lalu yang untuk mengambil keputusan sangat dominan sikap hati- hati. Padahal saat ini situasi darurat, dalam situasi darurat harus berani mengambil keputusan yang beresiko," jelasnya.
Sehingga, Ubedilah menilai saat ini rakyat Indonesia sangat membutuhkan pemimpin yang berani mengambil resiko. Bukan pemimpin yang lelet dalam menghadapi segala ancaman rakyatnya.
"Dan karenanya membutuhkan kepemimpinan yang berani ambil resiko, tidak lelet. Keburu banyak korban jiwa rakyat Indonesia," pungkasnya.(rm)