GELORA.CO - Kasus virus corona (Covid-19) semakin meluas ke seantero dunia, namun Korea Utara masih keukeuh mengklaim nol kasus virus mematikan ini di negaranya.
Padahal, negara yang dihuni diktator Kim Jong-un tersebut bertetangga dengan Korea Selatan dan China, dua negara dengan jumlah kasus terbesar di jagad raya.
Apalagi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa tidak boleh ada negara yang melakukan 'kesalahan fatal' dengan berasumsi akan terhindar dari virus corona.
Sejauh ini, banyak negara yang melaporkan kasus corona seperti Korea Selatan, Jepang, dan Italia memiliki sistem kesehatan masyarakat modern. Namun, sistem kesehatan di Korut terkenal sengsara karena kurangnya dana dan peralatan.
Maklum saja jika banyak pihak yang meragukan fakta absennya virus corona di Korut. Ada alasan untuk khawatir tentang kemungkinan terjadinya wabah di Korea Utara.
“Sebagai negara dengan sistem kesehatan yang lemah, Korea Utara tidak hanya merupakan negara berisiko tinggi terkena virus yang menimbulkan kerugian besar,” ujar Kee B. Park, Direktur Korea Health Policy Project, seperti dilansir dari Time.
“Namun, sanksi-sanksi global juga menyebabkan hambatan tak disengaja dan sangat nyata bagi negara tersebut serta organisasi-organisasi bantuan internasional untuk memberikan respons,” sambungnya.
Park telah melakukan lebih dari 20 perjalanan ke Korea Utara dan bekerja sama dengan dokter-dokter di Korut untuk berusaha memperbaiki sistem kesehatan negara itu.
Ia mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir, pengenaan sanksi internasional uji coba nuklir terhadap Korut telah mempersulit petugas kesehatan untuk memberikan perawatan yang dibutuhkan pasien penyakit apa pun.
Kondisi tersebut akan membuat menjadi sangat menantang bagi Korea Utara untuk menangani wabah virus yang besar.
“Mereka mungkin dapat berhasil mengobati sejumlah kecil kasus Covid-19 yang parah tetapi, jika ada sesuatu yang dapat kita pelajari dari pengalaman China dan Korsel, kapasitas mereka untuk mengobati akan dengan cepat kewalahan,” tambah Park.
Mungkin atas dasar kekhawatiran bencana yang meluas, kali ini para pemimpin Korea Utara tampaknya bertindak dengan lebih tegas daripada selama wabah SARS pada 2002-2003 dan Ebola pada 2014.
“Respons terhadap Covid-19 menonjol untuk seberapa cepat dan seberapa jauh jangkauan pembatasan perjalanan dan langkah karantina,” papar sebuah analisis di situs web Korut 38 North.
Selain itu, gambaran yang disampaikan media pemerintah Korut mengindikasikan bahwa pihak otoritas telah menanggapi ancaman virus yang menyebar cepat ini dengan serius.
Media setempat mengabarkan upaya pengumpulan para tuna wisma dan penangguhan fasilitas waktu luang oleh pemerintah. Foto-foto terbaru juga menunjukkan wajah-wajah pejabat yang ditutupi oleh masker hitam.
Menurut Analis NK Pro Rachel Minyoung Lee, meskipun Korea Utara masih merupakan negara yang tertutup oleh standar internasional, rezim pemerintah saat ini telah menunjukkan keterbukaan yang meningkat atas pengakuan kesalahan ataupun hal-hal yang serba salah di era Kim Jong-un.
“Ada pula peningkatan upaya untuk memproyeksikan citra bahwa pucuk kepemimpinan mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi warga dari bencana alam,” terang Lee.
Tetap saja, banyak pihak yang merasa skeptis soal klaim tak ada kasus virus corona di Korea Utara. Mengingat kedekatannya dengan China, situasi virus corona di Korut bisa jauh lebih buruk daripada yang mungkin dibayangkan.
Di sisi lain, ada kemungkinan bahwa Korea Utara menyembunyikan adanya kasus virus corona karena alasan kebanggaan nasional.
“Rezim Kim memprioritaskan kekuatan yang diproyeksikan dan mengendalikan kepanikan di atas perlindungan kesehatan masyarakat. Oleh karenanya, tidak akan terdengar laporan masalah virus corona sampai suatu krisis kemudian tak terhindari,” tutur Leif-Eric Easley dari Ewha University di Seoul.
Menurut Scott Snyder, Direktur Program Kebijakan AS-Korea, Korea Utara diam-diam mengajukan permohonan bantuan sementara terang-terangan menyatakan tidak ada kasus virus corona di negaranya.
Pada 26 Februari, kementerian luar negeri Rusia mengumumkan bahwa mereka, atas permintaan Pyongyang, memberi Korea Utara 1.500 alat uji virus corona.
Masyarakat Korea Utara telah lama terbagi antara elit kecil yang terdiri dari aparat pemerintah dan kepentingan bisnis, dengan mayoritas warga miskin yang sebagian besar tinggal di pedesaan. Korut mungkin tidak sepenuhnya melancarkan upaya pencegahan kecuali virus itu mengancam kelas berpengaruh di negara tersebut.
“Jika sistem medis menjadi kewalahan, [Korea Utara] mungkin mengakui adanya kasus dan secara terbuka meminta bantuan dari luar, tetapi ini mungkin akan terjadi setelah upaya isolasi di Pyongyang gagal dilakukan dan kematian yang signifikan terutama di lingkaran elit,” jelas Snyder.(bsn)