GELORA.CO - Kementerian Tenaga Kerja diminta mengembalikan Program Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) pada Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) kepada negara melalui Kemenaker atau Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Permintaan itu disampaikan puluhan peserta aski yang menamakan diri Komite Milenial Anti Korupsi (Komik) saat menggeruduk Kantor Kemenaker, Jakarta, Jumat petang (13/3).
Koordinator Komik, Agus L. mengatakan, program SPSK harusnya menjadi jalan untuk memberikan perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI). Namun, SPSK kini terancam hanya menjadi kegiatan bisnis dan mengabaikan aspek perlindungan dan budaya bisnis yang sehat karena dimonopoli oleh satu asosiasi yakni APJATI.
Program SPSK seharusnya adalah kanal pemerintah, bukan kanal organisasi masyarakat nonlaba seperti APJATI. Jika pelaksanaan SPSK hanya dimonopoli oleh satu asosiasi maka sudah dipastikan akan melenceng dari tujuan awal.
"Aparat pemerintah juga harus bertindak tegas mengawal penuh proses penempatan satu kanal. Jangan sampai swasta dalam pelaksanaan SPSK memanfaatkan kelengahan aparat karena memiliki hak yang terlalu besar di lapangan," ujar Agus dalam orasinya.
Dia menjelaskan, dasar monopoli yang dilakukan APJATI berawal dari Kepmenaker No. 291/2019, dimana Menaker sebelumnya M. Hanif Dakhiri secara tersirat memberi kekuasaan yang sangat besar kepada APJATI.
Kepmen dimaksud pernah diajukan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan ada sekelompok masyarakat yang melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena rawan terjadi korupsi.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Menaker Ida Fauziyah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rencana pelaksanaan penempatan TKI satu kanal sesuai dengan aturan yang berlaku dan menghindarkan terjadinya monopoli.
"Menaker untuk meneliti kembali proses birokrasi dari SPSK yang terlalu memberi kekuasaan kepada swasta dalam melakukan lobby-lobby di negara penempatan dan proses administrasi agar sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku," tegas Agus.
Dan kepada lembaga negara seperti Kedubes RI di Riyadh, Kemenaker dan BP2MI untuk menindak tegas oknum pejabat yang menyalahgunakan program SPSK untuk keuntungan pribadi.
"Sekali lahi, kami mendesak program SPSK dikembalikan pengelolaannya kepada negara melalui Kemenaker atau BP2MI. Pemerintah harus mengambil alih pelaksanaan SPSK menjadi program G to G dan tidak memberikan kekuasaan terlalu besar kepada swasta karena bertentangan dengan asas perlindungan kepada PMI," tutup Agus.(rmol)