GELORA.CO - Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecewa dengan keputusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang telah menghapuskan nilai religiusitas dalam kode etik pimpinan KPK. Seharusnya nilai religiusitas diperkuat bukan malah dihapuskan.
"Iya kita kecewa dan benar-benar terkejut dan tidak mengerti mengapa Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyusun kode etik bagi pimpinan KPK baru telah membuang nilai dasar religiusitas," kata Sekretaris Jenderal MUI KH Anwar Abbas, Ahad (8/3).
KH Anwar mengatakan, religiusitas sudah ada pada pimpinan KPK sebelumnya dan menjadikannya sebagai nilai dasar bersamaan dengan integritas, keadilan, profesionalisme dan kepemimpinan. Kini justru diganti dengan nilai dasar sinergi. "Kita tentu saja sangat-sangat menyesalkan adanya penghapusan terhadap nilai dasar tersebut," katanya.
Menurut KH Anwar pengahapus nilai dasar itu jelas terlihat Dewan Pengawas telah mengabaikan Pancasila dan Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ini artinya para pihak yang ada di KPK dalam pola pikir dan pola tindaknya tidak boleh mengabaikan ajaran dari agama yang diakui oleh negara. "Akan tetapi mereka harus mengacu kepada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agama-agama tersebut," katanya.
Menurut KH Anwar, MUI pentin untuk menyampaikan pesan ini karena semua unsur bangsa sudah sepakat untuk menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dan hukum dasar negara. Keduanya harus difungsikan sebagai kaidah penuntun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan bagi kita disini Dewan Pengawas KPK menghapus kata tersebut katanya setelah berdiskusi dengan para ahli," katanya.
KH mengaku mempertanyakan, mengapa ada di negeri ini orang yang dianggap ahli dalam masalah kenegaraan tapi malah mengabaikan sila pertama dari Pancasila dan amanat yang ada dalam konstitusi. Menurutnya, kenapa Dewan Pengawas KPK tidak berdiskusi dengan para ahli yang lain yang punya pandangan berbeda.(re)