GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional. Salah satu isi dalam Perpres ini adalah soal pengadaan mobil dinas bagi pejabat Negara. Pejabat Eselon I mendapatkan 'jatah' mobil dinas berharga Rp 702.970.000.
Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi mengatakan, kebijakan Presiden Jokowi yang mengatur biaya pengadaan kendaraan dinas untuk pejabat Eselon 1 tersebut bentuk memanjakan pejabat. Padahal saat ini ekonomi sedang sulit ditambah juga rakyat sedang khawatir dengan mewabahnya virus Corona.
"Kebijakan ini pemborosan anggaran Negara ditengah situasi ekonomi sulit saat ini. Juga menciderai rasa keadilan ekonomi dan sosial masyarakat. Jokowi dianggap tidak sense of crisis atas fakta sosial di masyarakat," ujar Muslim Arbi, Kamis (5/3/2020).
Muslim menilai, memanjakan pejabat eselon I jelas akan menimbulkan kecemburuan rakyat. Karena saat ini rakyat untuk makan saja susah. Apalagi untuk mencari kerja. Oleh karena itu kebijakan yang memanjakan pejabatnya hanya untuk kepentingan kelompok tertentu saja bukan dèmi kepentingan rakyat.
"Di saat rakyat menderita akibat ekonomi yang memburuk maka Jokowi semestinya pahami keadaan itu," tandasnya.
Lukai Hati Rakyat
Sementara itu Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (Baranusa), Adi Kurniawan menilai kebijakan Perpres Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional yang mengatur biaya pengadaan kendaraan dinas untuk pejabat Eselon 1 yang harganya ratusan juta rupiah, jelas sangat melukai hati rakyat. Apalagi saat ini ekonomi sedang merosot alias nyungsep.
"Menurut saya itu tidak tepat ditengah situasi ekonomi sulit saat ini. Apalagi kendaraan dinas sebelumnya masih bisa digunakan,” ujar Adi kepada Harian Terbit, Kamis (5/3/20).
Menurutnya, sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, Jokowi seharusnya lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi rakyat daripada ekonomi para pejabat. Apalagi, saat ini negara sedang mengalami berbagai persoalan termasuk persoalan ekonomi dan juga wabah virus Corona yang menjangkiti 2 warga Depok, Jawa Barat.
"Presiden jangan seperti orang mabok, perhatikan rakyat, ekonomi negara sedang nyungsep, ini kok malah bagi-bagi mobil seharga fantastis seperti itu," jelasnya.
Selain kebijakan yang tidak berpihak ke rakyat, Adi juga mengkritik pembentukan sejumlah dewan pengawas dan penasihat di sejumlah lembaga negara seperti di KPK dan KSP serta jabatan wakil menteri. Selain pemborosan terhadap keuangan negara, hal tersebut juga tidak memberikan manfaat bagi bagi jalan roda pemerintahan. Justru terkesan tidak efektif.
"Dibentuknya dewan pengawas dan penasihat juga wakil menteri saja kami menilai itu suatu pemborosan uang negara. Apalagi mau bagi-bagi mobil seharga yang fantastis seperti itu," tuturnya.
Oleh karena itu pihaknya meminta kepada Jokowi selaku kepala negara dan juga jajarannya agar lebih mawas diri. Pihaknya juga meminta agar Jokowi fokus terhadap janji politiknya agar segera terealisasi. "Lebih baik fokus realisasikan janji kampanyenya daripada mengerjakan hal yang tidak bermanfaat bahkan hanya memperburuk citranya sebagai Presiden," paparnya.
Diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional. Aturan tersebut diteken Jokowi pada 20 Februari 2020 terkait biaya pengadaan kendaraan dinas, satuan biaya ini digunakan untuk menyusun perencanaan kebutuhan biaya pengadaan kendaraan dinas pejabat hingga kendaraan roda dua di lapangan.
Dalam Perpres yang diteken Jokowi pada 20 Februari 2020 itu disebutkan, pejabat Eselon I mendapatkan 'jatah' mobil dinas berharga Rp 702.970.000. Sedangkan Pejabat Eselon II berbeda-beda tergantung Provinsinya. DKI Jakarta misalnya, Eselon II mendapatkan plafon Rp 503.860.000. Sedangkan Eselon II di Jawa tengah Rp 444.496.000.
Ekonomi Nyungsep
Sebelumnya, Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengatakan bahwa ekonomi Indonesia tahun 2019 semakin ‘nyungsep’ atau merosot.
Ekonom senior tersebut memprediksi ekonomi Indonesia sepanjang 2019 bakal tumbuh hanya sebesar 4,5 persen, jauh dari target pemerintah yakni sebesar 5,2 persen. “Pemerintah mengatakan awal tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal 5,2 persen, tapi data terakhir malah sudah 5,0 persen. “Dugaan kami akan anjlok terus menjadi sekitar 4,5 persen,” ujar Rizal dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Senin (12/8/2019).
Menurutnya, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan saat ini malah tidak mendukung pertumbuhan, seperti rencana tax amnesty kedua yang menguntungkan sebagian orang dan langkah penghematan yang menurutnya akan menyengsarakan rakyat kecil.(ht)