GELORA.CO - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pihaknya akan meninjau keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang pembatalan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebab, BPJS Kesehatan ditopang oleh iuran pesertanya.
“Ini kan keputusan yang memang harus dilihat lagi implikasinya kepada BPJS. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh, nanti kami lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," kata Sri Mulyani di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (9/3).
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, BPJS Kesehatan masih merugi. Meski sudah disuntik dana, BPJS Kesehatan tetap defisit.
“Sampai dengan akhir Desember (2019) kondisi keuangan BPJS meski saya sudah tambahkan Rp15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun. Jadi kalau sekarang dengan hal ini (putusan MA, red) adalah suatu realita yang harus kami lihat, kami nanti review-lah," tambah Sri Mulyani.
Sebelumnya MA mengabulkan uji materiel atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019. Uji materiel itu diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Menurut Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, ketentuan dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang dibatalkan adalah Pasal 34 ayat 1 dan 2. Menurutnya, ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945.
Selain itu, ketentuan tersebut juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam Pasal 34 PP Nomor 75 Tahun 2019 memuat kriteria kenaikkan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2020. Besaran iurannya berbeda-beda, tergantung pada pelayanan ruang perawatan yang kemudian. “Pasal 34 itu yang dikabulkan (dibatalkan, red) kemudian yang selebihnya ditolak,” urai Andi. [ljc]