GELORA.CO - Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Namun, persidangan judicial review terhadap Perpres 75 Tahun 2019 itu digelar secara tertutup. Bisakah sidang judicial review terbuka digelar di Mahkamah Konstitusi (MK)?
"Itu wacana, itu nanti kita sudah.. nanti kita ini.. karena memang itu ada 14 hari kan dalam Perma kita, dan itu memang sudah diterima juga oleh MK. Tapi masukan-masukan seperti itu, jadi tidak hanya tiba-tiba mendengar putusan saja ya, nantilah kita...," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro di gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (12/3/2020).
Menurut Samsan, judicial review sudah diatur di Peraturan MA, yaitu bisa dilakukan 14 hari sejak diterima atau ditangani majelis.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, mempersilakan jika akan dilakukan sidang judicial review terbuka di MK. Menurutnya, hal itu sudah di luar kewenangan MA.
"Di MK ya terbuka to. Ya silakan, itu kan sudah di luar MA. Jadi saya hanya menjawab sepanjang itu menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Tetapi kalau sudah kewenangan Mahkamah Konstitusi, itu di luar kewenangan saya untuk memberikan jawaban," ujar Abdullah.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Meski putusan judicial review sudah final and binding, tapi proses sidang dipertanyakan.
Sebab, sidang judicial review yang digelar di MA tidak terbuka layaknya di Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani disebut tidak diberikan kesempatan memberikan keterangan kepada majelis hakim dalam sidang terbuka, mengapa iuran BPJS Kesehatan harus dinaikkan. Padahal, syarat pengadilan adalah transparasi proses sidang.
"Akses publik ke pengadilan menjamin integritas proses peradilan dengan menunjukkan 'bahwa keadilan dikelola dengan cara yang tidak sewenang-wenang, sesuai dengan aturan hukum'," kata mantan Direktur YLBHI, Alvon Kurnia Palma saat berbincang dengan detikcom, Rabu (11/3).(dtk)