GELORA.CO - Keris Pangeran Diponegoro bergelar Kiai Naga Siluman telah kembali ke Tanah Air. Kontroversi keotentikan pusaka itu sudah mulai muncul sejak hari pertama tampilnya keris itu ke muka publik Indonesia.
Senyampang kunjungan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Máxima, keris itu dipertontonkan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3) kemarin.
Keris yang sempat meninggalkan Tanah Jawa sejak 1830 itu ditempatkan dalam lemari kaca, berdiri terpisah dari warangka (sarung keris). Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bersetelah jas biru terlihat sedikit membungkuk untuk mencermati detail keris itu.
Kontroversi dimulai dari keturunan ke-7 Pangeran Diponegoro, Roni Sodewo. Dia meragukan bahwa keris yang sudah dihadirkan di Istana Bogor itu adalah keris Kiai Naga Siluman. Dia melihatnya dari segi dhapur atau rancang bangun.
"Kalau melihat fisiknya (keris yang dikembalikan Pemerintah Belanda ke Indonesia) itu dhapur keris nagasasra, itu kalau bicara dhapur ya," papar keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro, Roni Sodewo, kepada detikcom, sebelumnya.
Namun, Roni tidak memastikan bahwa keris yang dikembalikan tersebut bukan keris Diponegoro. Sebab bisa jadi, nama keris naga siluman sebagai milik Diponegoro selama ini tidak merujuk pada dhapur, tapi sebutan. Dalam tradisi Jawa, memang ada kebiasaan memanai benda-benda khusus dengan nama dan bahkan gelar sesuai kemauan pemiliknya.
Ada pula Kurator Museum Keris Nusantara di Solo, Ki Ronggajati Sugiyatno, yang meragukan kebenaran bahwa keris itu adalah Kiai Naga Siluman. Ki Ronggajati memaparkan sejumlah alasan yang membuatnya ragu. Dia menegaskan keris yang dikembalikan ke Indonesia tersebut adalah keris dhapur Nagasasra Kamarogan, bukan keris Kiai Naga Siluman.
"Tidak mungkin Pangeran Diponegoro tak bisa membedakan keris dhapur Nagasasra dengan keris dhapur Naga Siluman. Hal yang lebih tak mungkin lagi adalah Diponegoro memberi gelar atau nama keris dhapur Nagasasra dengan nama Naga Siluman karena dia pasti tahu bahwa Naga Siluman adalah dhapur tersendiri," papar Ki Ronggajati kepada detikcom.
Keraguannya juga didasari oleh analisis warangka atau sarung keris yang dipamerkan di Istana Bogor itu. Warangka itu berjenis Ladrangan Kagok gaya Surakarta. Untuk diketahui, warangka keris Jawa ada empat macam, yakni Ladrangan, Capu, Gayaman, dan Sandhang Walikat.
Diponegoro berasal dari Yogyakata, tidak mungkin menggunakan warangka keris Ladrangan Kagok gaya Surakarta sebegaimana warangan yang dipampang di Istana Bogor itu.
"Diponegoro itu pangeran dari Yogyakarta, tidak mungkin mengenakan keris dengan warangka gaya Surakarta. Seperti diketahui, beliau hidup adalah pada masa awal-awal pecahnya Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Pada masa itu, identitas-identitas atribut seperti itu sangat diperhatikan sebagai penanda khusus asal seseorang," tilik Ki Ronggojati.
Menjawab keraguan tersebut, sejarawan yang merupakan salah seorang verifikator penelitian tentang Keris Kiai Naga Siluman memaparkan keaslian keris itu.
"Saya sebagai verifikator ditugaskan memverifikasi apakah penelitian sejak 1984 hingga kemarin sudah akurat atau belum. Dengan mantap, saya bisa mengatakan bahwa mereka sudah cukup menghadirkan bukti arsip yang sangat kuat," kata anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro, Sri Margana. (dt)